KONTEKS.CO.ID – Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang memakan banyak korban. Tercatat lebih dari 129 orang meninggal dunia.
Kerusuhan ini buntut dari kekalahan Arema FC dari Persebaya Surabaya pada pekan ke-11 Liga 1 Indonesia, Sabtu malam, 1 Oktober 2022, di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.
Insiden kerusuhan itu bermula saat sejumlah Aremania menyerbu lapangan setelah pertandingan berakhir. Informasi yang beredar, kepanikan terjadi setelah polisi melepaskan tembakan gas air mata.
Penggunaaan gas air mata ini menjadi sorotan. Pasalnya, hal ini sudah jelas mendapat larangan dari Federasi Sepak Bola Seluruh Dunia (FIFA).
Hal itu tercatat dalam aturan FIFA Stadium Safety and Security Regulations pasal 19 b. Dalam pasal itu, tertulis ‘No firearms or “crowd control gas” shall be carried or used’.
Itu bisa diartikan sebagai berikut “senjata api atau gas untuk mengontrol kerumunan dilarang dibawa serta digunakan”.
Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta, mengungkapkan pihaknya memang melakukan penembakan gas air mata tersebut.
Penembakan gas air mata dilakukan karena para pendukung Arema yang tidak puas dan turun ke lapangan.
“Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak nafas, kekurangan oksigen,” kata Nico***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"