KONTEKS.CO.ID – Benarkah Israel cuma dijadikan pengalihan isu PSSI atas ketidakbecusan selenggarakan Piala Dunia U-20 2023? Simak selengkapnya di sini.
Benarkah Israel cuma dijadikan pengalihan isu PSSI atas ketidakbecusan selenggarakan Piala Dunia U-20 2023? Ini dia ulasannya.Â
Pernyataan itu dikemukakan oleh Aven Januar, pengamat sepak bola nasional, dalam rilisnya kepada Konteks.co.id pada Jumat, 31 Maret 2023.
Menurut Aven, ada lima hal yang ia soroti mengenai pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 oleh FIFA.
Fakta di lapangan, sebenarnya yang pertama adalah venue pertandingan yang akan menggelar Piala Dunia U-20 belum siap.
Dari 6 venue akhir tahun lalu yang berhasil di verifikasi FIFA, itupun verifikasi akhir januari 2023 kemarin menjadi hanya 4 stadion saja (yang 2 dianggap gagal oleh FIFA, tapi belum disebutkan namanya).
Keenam stadion tersebut adalah:
1. Stadion Gelora Bung Karno – Jakarta, kapasitas 78.193 penonton.
2. Stadion Jakabaring – Palembang, kapasitas 25.575 penonton.
3. Stadion Gelora Bandung Lautan Api, berkapasitas 41.500 penonton.
4. Stadion Manahan – Solo, kapasitas 25.000 penonton.
5. Stadion Gelora Bung Tomo – Surabaya, kapasitas 46.806 penonton.
6. Stadion Kapten I Wayan Dipta – Bali, kapasitas 25.705 penonton.
Selain memenuhi standar FIFA, juga usia rumput yang harus minimal 3 bulan tanpa dipergunakan event lain, selain Piala Dunia U-20. Untuk hal ini, Stadion GBK melanggar, karena menggelar konser Raisan dan BLACKPINK.
FIFA meragukan standar keamanan diseluruh stadion se-indonesia pasca kejadian tragedi Kanjuruhan pada Oktober 2022.
Yang kedua adalah persoalan manajerial didalam kepengurusan PSSI yang baru terbentuk pertengahan Februari 2023 lalu, yang mana FIFA sedikit banyak terlibat dalam proses awal setelah kongres.
FIFA belum melihat niat baik kepengurusan PSSI untuk memperbaiki Liga dengan belum ditemukannya format Liga 2 dan Liga 3.
Karena dalam statuta FIFA jelas mengatur persoalan keberlangsungan dan keberlanjutan liga adalah faktor vital dalam perkembangan olahraga sepak bola di masa depan.
Ketiga adalah persoalan manajerial penonton atau suporter, dalam nota kesepahaman Presiden FIFA Gianni Infantino yang hadir 8 hari setelah peristiwa kanjuruhan dengan Presiden Joko Widodo adalah persoalan penonton atau suporter sepak bola.
Yang mana dalam dukungan FIFA untuk agenda reformasi sepak bola Indonesia adalah persoalan suporter pasca tragedi.
Tapi kenyataannya ada beberapa peristiwa kerusuhan suporter masih kerap terjadi seperti halnya di Stadion Jatidiri, Semarang, 17 Februari 2023.
Keempat adalah pengelolaan atau manajerial roda kompetisi berjalan yakni Liga 1 yang masih terjadi adalah sektor wasit yang masih terjadi kesalahan fatal dalam membuat keputusan di lapangan.
Kesalahan fatal dan fundamen dalam membuat keputusan seorang wasit bisa membuat fatal kondisi pertandingan secara umum dan bisa menghambat perkembangan sepak bola di masa depan demikian statuta FIFA mengatur.
Selain FIFA berharap pencegahan skandal pengaturan skor yang kerap dimainkan oleh mafia bola bisa dieliminasi.
Bahkan dalam sisa Liga 1 berjalan terkesan wasit beserta kesalahannya menjadi momok yang menakutkan bagi banyak klub profesional, dan PSSI terkesan melakukan pembiaran kesalahan wasit.
Tak pernah ada sanksi atau bahkan pemecatan bagi wasit profesional yang melakukan kesalahan.
Terkait unsur keselamatan lainnya adalah, FIFA menilai kondisi persepakbolaan Indonesia yang masih membahayakan bagi pemain sepak bola.
Seperti yang terjadi pada pemain Madura United Ricky Ariansyah pada 6 maret 2023 yang mencetak gol dan tidak sadarkan diri karena bertabrakan dengan pemain lawan.
Peristiwa touch to touch atau body contact kerap terjadi dalam lapangan sepak bola tapi pembinaan bagi para pemain dan ofisial tim dalam membuat pertandingan sepak bola harus lebih aman adalah sepenuhnya tanggungjawab pengurus PSSI.
Yang terakhir atau kelima, pengurus PSSI baru belum menunjukkan itikad baik dalam melakukan pemberantasan Mafia Bola dengan beberapa keputusan pra dan pasca pertandingan yang kerap berpihak pada klub tertentu.
Pra pertandingan misalnya, banyak klub yang merasa dirugikan dengan jadwal pertandingan dan venue pertandingan yang tidak layak.
Pasca pertandingan bahkan banyak klub profesional yang merasa dicurangi dalam pertandingan tapi tidak ada keputusan PSSI yang bisa memberikan keadilan bagi para klub profesional di Indonesia.
Lima kegagalan utama PSSI ini yang menjadi latar belakang tinjauan keputusan FIFA untuk membatalkan gelaran Piala Dunia U-20 di Indonesia yang seharusnya berlangsung 20 Mei hingga 11 Juni 2023.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"