KONTEKS.CO.ID – Masyarakat di Kecamatan Tambelan, Bintan, Kepulauan Riau memiliki tradisi unik dalam menyambut hari raya Lebaran yang terkenal dengan sebutan “Nyembah Belari”.
Tradisi Nyembah Belari tidak memiliki instruksi khusus seperti suatu kompetisi. Namun biasanya mulai sehabis pelaksanaan salat Idul Fitri.
Ketika takbir berkumandang di pagi Hari Kemenangan seusai bulan Ramadhan, seluruh anak-anak di Kecamatan Tambelan mengunjungi setiap rumah warga di kampung.
Menariknya yang melakukan tradisi Nyembah Belari bukanlah remaja atau dewasa, melainkan anak-anak usia 5-6 tahun hingga sekolah dasar. Mereka memenuhi pinggiran jalan sekitar masjid raya dengan tujuan melakukan tradisi turun temurun setiap 1 Syawal.
Secara harfiah, kata “nyembah” mungkin sama dengan kata “sembah”. Sedangkan “belari” berarti sebagai “berlari” dalam bahasa Indonesia.
Hanya masyarakat Tambelan memaknai kata “nyembah” sebagai kegiatan berlebaran atau bertamu mengunjungi rumah sanak saudara.
Kegiatan ini hanya mereka lakukan saat perayaan Lebaran, baik itu Idul Fitri maupun Idul Adha. Kata “nyembah” tersebut tidak lagi berguna setelah Lebaran selesai.
Dalam tradisi ini, masyarakat setempat akan menyiapkan berbagai macam pernak-pernik Idul Fitri seperti kue, permen, minuman ringan bahkan uang. Pernak-pernik tersebut mereka berikan dalam bentuk sedekah kepada anak-anak yang mengunjungi rumah mereka.
Setiap anak yang tiba di rumah warga akan mereka berikan pernak-pernik tersebut secara merata. Namun, uniknya anak-anak yang melakukan Nyembah Belari tidak masuk ke dalam rumah warga.
Mereka hanya berdiri di teras rumah dan menadahkan tangan untuk menerima pernak-pernik dari tuan rumah, tanpa ada paksaan atau syarat, sebelum rombongan berpindah ke rumah yang lain.
Hal lain yang paling menarik dalam tradisi Nyembah Belari ini adalah kantong kresek yang anak-anak bawa hanya untuk mengumpulkan pernak-pernik Lebaran pemberian warga.
Dengan mengenakan pakaian baru, sepatu baru, sandal baru, dan membawa kantong kresek berbagai warna, massa anak-anak tersebut berlari mengunjungi rumah warga di setiap kampung tanpa ada mentor atau instruktur yang mengatur. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"