KONTEKS.CO.ID – Inspektorat Maluku Tengah diminta mengaudit Anggaran Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) di Negeri Oma (sebutan desa dalam istilah Maluku), Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah.
Warga menilai, penggunaan Anggaran Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) di Negeri Oma tidak transparan.
Sebabnya, selama kepemimpinan Edward Pattiata sebagai Raja Negeri Oma (kepala desa,red) belum pernah dilakukan rapat bersama masyarakat terkait Anggaran Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD).
Alhasil, warga pun tidak mengetahui penggunaan Anggaran Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) tersebut.
Bahkan, pengumuman atau pemberitahuan kegiatan kepada masyarakat desa hanya disampaikan lewat pengeras suara.
“Penggunaan ADD atau DD tidak diketahui masyarakat lantaran tidak pernah dilaksanakan secara transparan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat,” kata salah satu warga Negeri Oma, Stenly Estefanus kepada wartawan, dikutip Selasa 9 Mei 2023.
Stenly mengatakan, ada beberapa persoalan yang meresahkan terkait ADD dan DD tersebut, salah satunya bantuan bagi kelompok usaha masyarakat desa tidak sesuai dengan latar belakang usaha atau pekerjaan penerima bantuan dan hanya bersifat kekeluargaan.
“Bahkan, jatah air bersih kepada masyarakat juga tidak merata. Dengan kata lain pemberian jatah air bersih hanya bersifat suka dan tidak suka,” keluhnya.
Tak hanya itu, kata Stenly, data statistik Negeri Oma juga amburadul. Contohnya, salah satu warga Negeri Oma yang telah berusia 92 tahun tidak ada dalam data statistik negeri.
Selain itu, pengambilan keputusan oleh kepala desa dinilai sepihak dan lebih mengutamakan keluarga dan kelompok tertentu.
“Yang paling menonjol, dalam 3 tahun kepemimpinannya, Pattiata telah memiliki sejumlah harta kekayaan, misalnya, pembangunan rumah dua lantai di Pusat Negeri Oma, membangun penginapan di Pantai Pehaya, memiliki kendaraan roda dua, Speed Boat dan lainnya. Kami juga mempertanyakan pembangunan patung Liberty di Negeri Oma ini fungsinya untuk apa,” jelasnya.
Selain itu, Stenly menduga pembangunan pasak penahan abrasi laut dengan melibatkan puluhan pekerja menggunakan dana desa.
“Masyarakat tidak pernah memperoleh informasi secara transparan terkait pengelolaan anggaran dana desa,” imbuhnya.
Di sisi lain, pengangkatan perangkat desa juga dinilai tidak demokrasi dan hanya bersifat kekeluargaan atau kelompok tertentu.
“Proyek jalan setapak dan talud bukan pekerjaan baru karena talud dan jalan setapak tersebut telah ada hanya diberikan beberapa sentuhan,” ungkap Stenly.
Pihaknya, tambah Stenly, mendukung dan mendorong langkah tujuh warga Negeri Oma yang tergabung dalam Relawan Melawan Lupa untuk melaporkan berbagai masalah di desanya ke Kejari Ambon dan Kejati Maluku.
“Informasi yang kami terima, Relawan Melawan Lupa telah memasukkan laporan di Kejagung dan tembusannya disampaikan ke Kejati dan Kejari,” pungkasnya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"