KONTEKS.CO.ID – Efek tembakan gas air mata, sebanyak 131 orang Aremania meninggal dunia dalam tragedi Kanjuruhan, Malang, pada Sabtu 1 Oktober 2022 malam.
Dalam tragedi Kanjuruhan itu, pihak kepolisian menembakan gas air mata ke arah tribun penonton hingga menyebabkan penonton panik. Efeknya, penonton yang terkena tembakan mengalami sakit di mata.
Belakangan, polisi menyebut bahwa gas air mata yang ditembakan sebanyak 11 kali dalam tragedi Kanjuruhan itu sudah kedaluwarsa alias telah melewati batas guna.
Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengklaim, kedaluwarsanya masa pakai justru membuat fungsi gas air mata menurun. Benarkah?
Kenyataannya, para Aremania banyak yang matanya merah hingga seminggu lebih tak kunjung sembuh akibat gas air mata tersebut.
Sebuah unggahan akun Twitter @EdanBolaRCBFM menunjukkan penampakan mata merah orang yang disebut sebagai korban tragedi Kanjuruhan viral.
Dia menyebut, korban tersebut mengalami mata merah akibat penembakan gas air mata pasca laga Arema FC dengan Persebaya Surabaya, Malang, Jawa Timur.
“Sudah seminggu, seperti inilah kondisi saat ini beberapa korban #TragediKanjuruhan,” tulisnya, yang diunggah pada Minggu 9 Oktober 2022.
“Pendarahan dalam mata, sesak, batuk-batuk, cidera hingga ada korban yang Retina matanya sampai detik ini tak ada warna putihnya. TGIPF: Semua gara-gara gas air mata,” tulisnya disertai tanda pagar #USUTTUNTAS
Akun Twitter @nataliamwijanto mengunggah tulisan mengenai korban gas air mata di Kanjuruhan, pada Minggu 9 Oktober 2022, yang ditulis berdasar sumber SOS (Save Our Soccer).
“Sabtu, 8 Oktober 2022, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) mengunjungi sejumlah korban luka #TragediKanjuruhan baik berat, sedang, dan ringan,” tulisnya.
Korban pertama yang dikunjungi bernama Fabianca Cheendy Nisa (14) yang mengalami pendarahan dalam mata, sesak nafas dan batuk-batuk.
“Retina matanya sampai detik ini tidak ada warna putihnya,” ujarnya.
Lalu, korban lainnya dua bersaudara, Rafi Atta Dzia’ul Hamdi (14) dan kakaknya Yuspita Nuraini (25).
“Sang adik mengalami pendarahan dalam mata dan kakaknya sampai detik ini dan sesak nafas,” katanya.
M Iqbal (16), korban lainnya mengalami pendarahan dalam mata serta luka-luka di kaki dan pinggang akibat terinjak-injak.
“Sementara Ahmad Afiq Aqli asal Jember masih dirawat dengan mata merah, kaki dan tangan patah. Semua gara-gara gas air mata,” ujarnya.
Hingga kini, lanjut unggahan @nataliamwijanto, total korban 705 orang terdiri dari korban meninggal dunia 130 orang, luka 575 orang.
“Korban luka terbagi ke dalam tiga kategori, luka ringan sebanyak 5067 orang, luka sedang 45 orang, dan luka berat sebanyak 23 orang. Sementara korban yang masih menjalani rawat inap 36 orang,” kata dia.
Para korban luka harus menjalani perawatan intensif. Bukan cuma soal luka jasmani, tapi juga luka rohani. Trauma healing menjadi salah satu yang menghantui.
“Karena itu, pihak-pihak terkait harus memberikan perhatian khusus. Karena mereka korban hidup pastinya akan mengalami guncangan psikologis yang perlu pendampingan agar bisa menjalani hidup dengan normal,” tutupnya mengakhiri dengan tanda pagar #salamsatuduka #salamsatujiwa
Lantas bagaimana bahayanya penggunaan gas air mata yang telah kedaluawarsa itu?
Merujuk laporan kashmirobserver.net, gas air mata kedaluwarsa pernah digunakan pihak keamanan India untuk mengendalikan demonstrasi di di Umarabad pada 2014.
Asosiasi Dokter Kashmir (DAK) pun bereaksi. Mereka mengaku terkejut dengan penggunaan peluru gas air mata kadaluwarsa oleh pihak keamanan kepada massa pendemo.
“Penggunaan tabung gas air mata kadaluarsa tidak manusiawi dan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Label pembuatan tabung yang ditemukan dari lokasi protes menunjukkan bahwa itu telah kedaluwarsa pada 2012,” kata Presiden DAK saat itu, Dr Nisar ul Hassan dalam sebuah pernyataan.
Dia mengatakan, gas air mata berubah menjadi racun pada saat kadaluwarsa sehingga memiliki efek kesehatan yang berbahaya. Gas air mata dapat menyebabkan kebutaan permanen, luka bakar kimia, keguguran, eksaserbasi fatal asma, kejang dan bahkan kematian jika tabung mengenai orang tersebut secara langsung.
“Komplikasi jangka panjang terkait kesehatan dari cangkang gas air mata yang kadaluwarsa perlu dilihat,” katanya.
Barang-barang piroteknik usang yang mencakup gas air mata, dianggap sebagai limbah berbahaya sesuai The Resources Conservation and Recovery Acttahun 1976. Pembuangan barang-barang ini harus dilakukan sesuai dengan peraturan pengelolaan limbah Environmental Protection Agency.
Semua amunisi gas komersial yang termasuk gas air mata, setelah tanggal kedaluwarsa tidak lagi dijamin berfungsi sebagaimana dimaksud. Menggunakan amunisi usang dilarang berdasarkan hukum dan membuka tanggung jawab pada operator.
“Penggunaan gas air mata dalam perang dilarang di bawah Konvensi Senjata Kimia,” pungkasnya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"