KONTEKS.CO.ID – Sejumlah korban luka Tragedi Kanjuruhan Malang masih belum pulih akibat tembakan gas air mata yang disebut telah kedaluwarsa, pada Sabtu 1 Oktober 2022 lalu.
Mata para korban Tragedi Kanjuruhan itu yang menewaskan 132 orang itu masih berwarna merah. Salah satunya dialami Yohantri.
Aremania itu menggunggah kondisi matanya yang masih merah terkena gas air mata dalam Tragedi Kanjuruhan itu di akun TikTok miliknua, @yohantrii10.
Menurut pengakuannya, matanya masih perih meski tragegi Kanjuruhan telah berlalu seminggu yang lalu. Namun, dia bersyukur kondisinya telah berangsur-angsur pulih.
“Apa ginii efeknya gas air mata yg katanya tidak membahayakann,” tulisnya dalam keterangan unggahan, dikutip Rabu 12 Oktober 2022.
Sebelumnya, unggahan akun Twitter @EdanBolaRCBFM menunjukkan penampakan mata merah orang yang disebut sebagai korban tragedi Kanjuruhan viral.
Dia menyebut, korban tersebut mengalami mata merah akibat penembakan gas air mata pasca laga Arema FC dengan Persebaya Surabaya, Malang, Jawa Timur.
“Sudah seminggu, seperti inilah kondisi saat ini beberapa korban #TragediKanjuruhan,” tulisnya, yang diunggah pada Minggu 9 Oktober 2022.
“Pendarahan dalam mata, sesak, batuk-batuk, cidera hingga ada korban yang Retina matanya sampai detik ini tak ada warna putihnya. TGIPF: Semua gara-gara gas air mata,” tulisnya disertai tanda pagar #USUTTUNTAS
Dalam tragedi Kanjuruhan itu, pihak kepolisian menembakan gas air mata ke arah tribun penonton hingga menyebabkan penonton panik. Efeknya, penonton yang terkena tembakan mengalami sakit di mata.
Belakangan, polisi menyebut bahwa gas air mata yang ditembakan sebanyak 11 kali dalam tragedi Kanjuruhan itu sudah kedaluwarsa alias telah melewati batas guna.
Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengklaim, kedaluwarsanya masa pakai justru membuat fungsi gas air mata menurun. Benarkah?
Kenyataannya, para Aremania banyak yang matanya merah hingga seminggu lebih tak kunjung sembuh akibat gas air mata tersebut.
Kata Dedi, gas air mata yang telah kedaluwarsa tersebut justru mengalami penurunan dari segi fungsi. Sehingga, fungsi gas air mata yang telah kedaluwarsa bisa tak lagi efektif.
Menurut Dedi, aparat kepolisian saat itu menggunakan tiga jenis gas air mata. Masing-masing jenis memiliki perbedaan skala dampak jika ditembakkan.
Di sisi lain, Asosiasi Dokter Kashmir (DAK) pun bereaksi. Mereka mengaku terkejut dengan penggunaan peluru gas air mata kadaluwarsa oleh pihak keamanan kepada massa pendemo.
“Penggunaan tabung gas air mata kadaluarsa tidak manusiawi dan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Label pembuatan tabung yang ditemukan dari lokasi protes menunjukkan bahwa itu telah kedaluwarsa pada 2012,” kata Presiden DAK saat itu, Dr Nisar ul Hassan dalam sebuah pernyataan.
Dia mengatakan, gas air mata berubah menjadi racun pada saat kadaluwarsa sehingga memiliki efek kesehatan yang berbahaya. Gas air mata dapat menyebabkan kebutaan permanen, luka bakar kimia, keguguran, eksaserbasi fatal asma, kejang dan bahkan kematian jika tabung mengenai orang tersebut secara langsung.
“Komplikasi jangka panjang terkait kesehatan dari cangkang gas air mata yang kadaluwarsa perlu dilihat,” katanya.
Barang-barang piroteknik usang yang mencakup gas air mata, dianggap sebagai limbah berbahaya sesuai The Resources Conservation and Recovery Acttahun 1976. Pembuangan barang-barang ini harus dilakukan sesuai dengan peraturan pengelolaan limbah Environmental Protection Agency.
Semua amunisi gas komersial yang termasuk gas air mata, setelah tanggal kedaluwarsa tidak lagi dijamin berfungsi sebagaimana dimaksud.
Menggunakan amunisi usang dilarang berdasarkan hukum dan membuka tanggung jawab pada operator.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"