KONTEKS.CO.ID – Rempang Eco City akan menjadi kawasan industri, perdagangan, residensial dan juga wasata yang terintegrasi demi mendorong peningkatan daya saing Indonesia terhadap Singapura dan Malaysia.
Sebagian besar investor China telah digandeng PT Makmur Elok Graha, anak usaha Group Artha Graha, milik Tomy Winata, untuk membangun Rempang Eco City.
BP Batam saat ini sedang diburu waktu oleh pemerintah pusat yang telah mengultimatum agar paling lambat 28 September 2023, seluruh warga harus hengkang dari pulau seluas 16.583 hektare. Jadi kurang dari tiga hari lagi, warga harus telah mempersiapkan diri untuk pergi dari kampung mereka.
Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, akan terus bekerja maksimal dalam mewujudkan investasi di Pulau Rempang. Dia kembali menyampaikan tidak akan mengesampingkan hak-hak masyarakat yang terdampak pengembangan.
“Program Strategis Nasional ini merupakan momentum kebangkitan ekonomi Rempang dan pulau sekitarnya,” kata Rudi saat bersilaturahmi dengan masyarakat Rempang di Asrama Haji Batam Center, Minggu, 24 September 2023.
Kata Rudi, BP Batam sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat berkomitmen untuk melibatkan masyarakat setempat dalam pengembangan Pulau Rempang.
BP Batam bersama PT Makmur Elok Graha (MEG) akan memprioritaskan pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan memberikan beasiswa serta pendidikan dan pelatihan vokasi kepada pemuda setempat sehingga siap menjadi tenaga yang mendukung kemajuan industri.
“Jika ada yang ingin ditanyakan, silahkan tanya ke saya atau tim BP Batam lainnya. Sehingga tak terjadi misinformasi,” katanya.
Selain itu, BP Batam juga akan merekomendasikan Sertifikat Hak Milik (SHM) terhadap rumah ganti rugi yang diterima masyarakat terdampak pengembangan Rempang.
Meski menjadi kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), namun BP Batam berkomitmen untuk memperjuangkan aspirasi dari masyarakat tersebut ke pemerintah pusat.
Jumlah masyarakat yang terdampak pembangunan Rempang Eco City seluas 2.000 hektare tersebut sebanyak 700 kepa keluarga.
Kampung Baru yang mengusung konsep “Marime City” akan dibangun di atas tanah seluas 471 hektare dengan jumlah kaveling sebanyak 3.000 unit.
Selain dilengkapi dengan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang memadai, kampung baru tersebut juga akan didukung dengan dermaga modern yang berfungsi untuk memaksimalkan aktivitas nelayan serta kegiatan bongkar muat.
“Tak usah kita ribut-ribut, mari gunakan kepala dingin untuk menyelesaikan permasalahan saat ini,” kata Rudi.
Tapi sejak lama, skema ganti rugi dalam bentuk pembangunan yang nyata belum pernah terlihat.
Keluarga dijanjikan mendapat lahan 500 meter persegi dan rumah seluas 45 meter. Tapi sudah bertahan-tahun, rencana ini belum terlihat wujudnya.
Saat masa pembangunan, warga hanya dijanjikan tempat tinggal sementara di rumah susun di Palau Batam dan uang untuk mengontrak.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"