KONTEKS.CO.ID – Masalah investasi berujung penolakan warga dalam proyek Rempang Eco City tampaknya akan berakhir dengan baik.
Pasalnya, Presiden Jokowi memerintahkan seluruh jajarannya untuk mengedepankan penyelesaian masalah di Pulau Rempang dengan baik, termasuk mengedepankan kepentingan masyarakat sekitar.
Hal tersebut diungkap Jokowi dalam rapat terbatas bersama sejumlah jajarannya di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, 25 September 2023.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengatakan, Presiden Jokowi memberikan arahan agar penyelesaian masalah di Rempang dilakukan secara baik dan kekeluargaan.
“Dan tetap mengedepankan hak-hak dan kepentingan masyarakat di sekitar di mana lokasi itu diadakan,” kata Bahlil Lahadalia.
Menurut Bahlil, berdasarkan hasil kunjungan langsung ke Pulau Rempang pihaknya menemukan solusi.
Yakni, melakukan pergeseran rumah warga ke area yang masih berada di Pulau Rempang, bukan relokasi atau penggusuran.
“Tadinya kita mau relokasi dari Rempang ke Galang, tapi sekarang hanya dari Rempang ke kampung yang masih ada di Rempang,” kata dia.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyebut, permasalahan di Rempang dapat berimbas pada iklim investasi di Indonesia.
Sebabnya, Indonesia akan mengalami kerugian yang cukup besar.
“Ya, yang pertama tentu kerugiannya, kerugian dari investasi yang batal ditanamkan jika tidak jadi kan, tergantung besarnya berapa,” ujar Agus, dalam keterangannya di Jakarta, mengutip Selasa, 26 September 2023.
“Kerugian kedua, yakni kalau itu tidak jadi artinya perencanaan produksi dan segala macam juga hilang, opportunity cost-nya besar,” imbuh Agus.
Selain itu, apa yang terjadi di Rempang dapat menjadi preseden buruk bagi Indonesia di mata investor luar negeri.
“Kalau investasi batal, ya sangat bisa menjadi preseden buruk. Makanya kalau menawarkan dan membuka investasi kita itu harus siap,” kata dia.
“Termasuk ada nggak studi soal antropologinya. Kemudian identifikasi kemungkinan konflik. Selain itu bisa juga diperkirakan antisipasi sehingga nanti juga mitigasi terukur agar proses investasi dapat berjalan lancar dan aman di Rempang,” jelasnya.
Tidak Ada Studi Antropologi
Agus melihat sejauh ini di setiap program pembangunan infrastruktur atau investasi tidak terlihat studi antropologinya.
“Saya tidak pernah lihat. Padahal itu untuk mengetahui kalau mereka misalnya, harus dipindahkan apa sih dampaknya? Terus bagaimana cara bicara dengan mereka gitu. Karena kan kita tidak semua masyarakat itu punya surat yang disebut sertifikat dari pemerintah Kementerian Agraria,” terangnya.
Namun demikian, kata Agus, untuk mengungkap itu semua bukan hal yang mudah.
“Sekarang terserah presiden mau bagaimana, panggil saja semuanya rapat kabinet terbatas tetapkan, lalu buat Keppresnya,” ujar Agus.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"