KONTEKS.CO.ID – Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Bali menyerahkan tersangka KNS beserta barang bukti kasus tindak pidana perpajakan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja.
Penyerahan dilakukan di Kantor Kejari Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali usai berkas perkara dinyatakan lengkap pada tanggal 28 September 2022 lalu.
Kepala Kanwil DJP Bali, Anggrah Warsono mengatakan, tersangka KNS merupakan seorang notaris yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Singaraja, Buleleng.
“Diduga kuat telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berupa dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan, Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi untuk tahun pajak Januari 2013, 2014, 2015, dan 2016,” ujar Anggrah, dalam keterangan tertulis, Jumat 4 November 2022.
Disebutkan, tersangka KNS melanggar Pasal 39, Ayat (1) huruf c, Undang-Undang (UU) No 28/2007 tentang perubahan ketiga atas UU No 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah diubah dengan UU No 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sekurang-kurangnya sebesar Rp728 juta.
“Kami telah melakukan penyitaan aset milik tersangka KNS berupa satu bidang tanah di Desa Panji Anom, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali seluas 1.000 m2 beserta sertifikat hak milik atas tanah tersebut,” kata Anggrah.
“Penyitaan ini dilakukan dalam rangka pemulihan kerugian pada pendapatan negara yang timbul sebagai akibat tindak pidana perpajakan yang dilakukan KNS,” imbuhnya.
Penyitaan dilakukan oleh tim penyidik DJP Bali dengan didampingi Polda Bali pada tanggal 14 Juli 2022 berdasarkan surat izin penetapan dari Pengadilan Negeri Singaraja Nomor 124/Pen.Pid/2022/PN Sgr, tanggal 28 Juni 2022.
Dalam melakukan penanganan perkara pidana pajak, DJP Bali selalu mengedepankan asas ultimum remedium.
Sebelumnya, DJP Bali melalui KPP Pratama Singaraja telah menyampaikan imbauan tersangka KNS terkait pelaporan kewajiban perpajakannya.
Selama proses pemeriksaan bukti permulaan atau penyelidikan, KNS juga telah diberikan hak untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 8, Ayat (3) UU KUP jo Undang-undang HPP.
Namun, hingga proses penyidikan serta pelaksanaan penyerahan tersangka dan barang bukti atau P-22, KNS diketahui tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.
“Dengan adanya proses penegakan hukum ini dapat menimbulkan efek gentar atau deterrent effect terhadap wajib pajak lainnya, agar senantiasa melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Sementara, atas perbuatannya tersebut KNS terancam pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang. (Laporan kontributor Bali, M Dafi)
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"