KONTEKS.CO.ID – PKL jalur puncak tengah menjadi perbincangan. Sebab ratusan lapak mereka yang berada di sisi jalan telah dibongkar dan terelokasi pada Senin 24 Juni 2024.
Pembongkaran PKL jalur Puncak, Kabupaten Bogor, lantaran kehadiran mereka tanpa izin. Kini 331 lapak PKL telah rata dengan tanah.
Hingga hari Kamis kemarin, aparat gabungan Pemkab Bogor masih terlihat melakukan pembersihan pada sisi Jalan Raya Puncak, Bogor, Jawa Barat.
PKL dan Sejarah Jalur Puncak sebagai Destinasi Wisata
Puncak di Bogor sudah menjadi destinasi wisata utama masyarakat Indonesia. Terutama bagi masyarakat di wilatayah sekitar Ibu Kota Jakarta.
Mengutip laman Pemkab Bogor, kawasan Puncak sejatinya adalah kawasan perkebunan teh yang Pemerintah Kolonial Belanda bangun. Kini perkebunan ini menjado milik PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas.
Keberadaan Puncak tak jauh dari kepentingan proyek besar yang Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Herman Willem Daendels (1808-1811), munculkan. Yakni, Grotepost Weg atau Jalan Raya Pos.
Jalan tersebut membentang di sepanjang utara Pulau Jawa. Rutenya menghubungkan kawasan Anyer yang berada di ujung Provinsi Banten dengan Panarukan di Jawa Timur.
Nah, akses puncak menjadi bagian tak terpisahkan dari Jalan Raya Pos. Jalan itu terbangun dengan tujuan memudahkan transportasi, terutaman pengiriman pesan atau surat serta upaya Belanda mempertahankan Jawa dari serbuan Inggris.
Jalan raya pos yang termulai dari kawasan Anyer, Jakarta, lalu masuk ke Bogor via Jalan Jakarta/Bataviascheweg serta Jalan Perniagaan (Handelstraa). Mulanya proyek ini lancar tak menemukan masalah yang berarti.
Tapi ketika menapaki kawasan Gadok, Cisarua, Puncak, Cianjur, Bandung, Sumedang sampai Cirebon, proyek menemui banyak masalah. Terutama hambatan medan perbukitan dan pegunungan terjal.
Pihak Belanda lalu mengirimkan Kolonel Von Lutzouw dari tentara Kerajaan Belanda untuk memimpin proyek pembangunan menghadapai suasana medan yang berbukit-bukit itu.
Upah Pekerja Jalan Raya Puncak
Belanda menawarkan upah hingga 30.000 ringgit. Upah ini di luar pemberian beras dan garam sebagai stok makanan bagi para pekerja. Nilai upah pun tersesuaikan dengan kondisi medan yang lalui.
Saat membuka jalan di wilayah Puncak, para pekerja meraup upah terbesar. Nilainya mencapai 10 ringgit per bulan, sementara gaji di area jalan lain hanya di kisaran 1 ringgit.
Kawasan Megamendung
Pembukaan jalan di wilayah Puncak terbilang yang tersulit. Untuk menaklukannya, 400 buruh terkerahkan dengan sebagian besar dari Jawa.
Beratnya medan lantaran kegagahan Gunung Megamendung dengan ketinggian 1880 mdpl. Lokasinya di sekitar Puncak pas yang bakal menjadi jalan raya.
Sebelum jalan di puncak jadi, perjalanan menuju Cipanas dari Batavia (Jakarta) membutuhkan waktu delapan hari. Setelah Jalan Raya Puncak tuntas, waktu tempuh kurang dari satu hari.
Tetapi Walter Kinloch (1853) mencatat jalan di area Cisarua saat itu masih sangat terjal. Karena itum mereka membutuhkan bantuan sejumlah kerbau untuk menarik kereta kuda.
Menariknya, pembangunan Jalan Raya Pos sepanjang hampir 1.000 km ini hanya memakan waktu selama 1 tahun. Yakni, mulai bulan Mei tahun 1808 dan tuntas September 1809.
Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, daerah pegunungan adalah destinasi favorit. Khususnya bagi para pengunjung dari Eropa dan Amerika.
Banyak catatan mereka bercerita tentang keindahan alam pegunungan. Ini seperti yang Achmad Sunjayadi tulis dalam Pariwisata di Hindia Belanda, 1891-1942. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"