KONTEKS.CO.ID – Pengacara terdakwa mantan petinggi perusahaan perkapalan PT IMC Pelita Logistik Tbk, Sabri Noor Herman menanggapi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus alih muat kapal di Pengadilan Negeri (PN) Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Menurutnya, tuntutan JPU tidak berdasar pada surat dakwaan dan fakta hukum yang terungkap di persidangan, sehingga harus dianggap batal demi hukum.
Dia pun menyatakan ketidakpuasannya terhadap tuntutan yang diajukan oleh JPU pada 20 Agustus 2024 tersebut.
“Tuntutan penuntut umum tidak didasarkan atas apa yang termuat dalam surat dakwaan. Seharusnya, tuntutan dibuat mengacu pada surat dakwaan, apakah terbukti atau tidaknya berdasarkan fakta hukum persidangan,” ujar Sabri kepada awak media, mengutip Rabu 11 September 2024.
Sabri menyatakan, tidak ada satupun unsur tindak pidana dalam Pasal 404 ayat (1) ke-1 KUHP yang terpenuhi dalam kasus ini.
“Sangat jelas berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, pemindahan FC Ben Glory bukanlah perbuatan pidana karena diatur berdasarkan Perjanjian Alihmuat Batubara dan bukan perjanjian sewa,” jelasnya.
Perjanjian sewa, kata Sabri, tidak bisa ditafsirkan atau dianalogikan menjadi hak-hak sebagaimana diatur dalam Pasal 404 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Tidak ada mens rea dan tidak ada actus reus dalam perkara ini. Seharusnya, surat tuntutan yang tidak didasarkan atau menyimpang dari surat dakwaan harus dianggap kabur atau batal demi hukum,” tegasnya.
Sabri juga menyoroti permintaan JPU agar FC Ben Glory dirampas dan dilelang. Menurutnya, adalah hal yang berlebihan dan tidak beralasan serta bertentangan dengan hukum.
“Kami menyesalkan adanya pembiaran oleh JPU terhadap proses penilaian yang dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) terhadap FC Ben Glory yang berstatus sita pengadilan. Hal tersebut melanggar prosedur dan hukum yang berlaku,” kata dia.
Sabri menegaskan, pihaknya akan menindaklanjuti dan melakukan langkah-langkah hukum yang diperlukan berkaitan penilaian yang dilakukan oleh KJPP.
“Yang mana menurut kami patut diduga telah terjadi informasi yang tidak benar terhadap FC Ben Glory sehingga FC Ben Glory dapat dilakukan penilaian oleh KJPP,” nilainya.
Sebagai informasi, kontrak bisnis alih muat batubara antara PT IMC Pelita Logistik Tbk dengan PT Sentosa Laju Energy (SLE) berlangsung di Kalimantan Timur.
SLE di antaranya dinakhodai oleh Tan Paulin. Pada Juli 2024 lalu rumahnya di Surabaya digeledah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan gratifikasi dan TPPU mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
Namun, pelaksanaan kontrak bisnis tersebut malah menjadi dakwaan pidana yang menjerat dua mantan direksi dan juga seorang mantan manajer IMC dengan pasal 404 ayat 1 KUHP.
Menurut Sabri, dakwaan pidana ini juga terkesan dipaksakan mengingat kontrak bisnis merupakan kontrak bisnis alihmuat. Sedangkan, dakwaan pasal 404 KUHP umumnya timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit dalam kaitannya dengan jaminan berupa tanah.
Dugaan kasus kriminalisasi ini sendiri timbul ketika IMC mengalokasikan Floating Crane keluar dari Kalimantan Timur mengingat tidak adanya pesanan dari SLE.
Prosedur pengalihan kapal itu sendiri telah sesuai dengan perjanjian dalam kontrak, yakni jika SLE tidak ada permintaan alih muat sesuai dengan tata cara seperti termuat dalam kontrak, maka IMC selaku penyedia jasa sekaligus pemilik kapal dapat mengalihkan kapal tersebut.
Singkat cerita, SLE kemudian melaporkan pihak IMC ke Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan dengan tuduhan menarik barang yang masih ada ikatan sewa, yang membawa kasus ini ke ranah pidana.
Hingga kemudian berujung pada penetapan tersangka dari pihak IMC pada Oktober 2023 dan disidangkan di PN Batulicin.
“Padahal, dalam perjanjian juga tertulis, bahwa jika terjadi perselisihan, maka akan diselesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia,” ungkap Sabri.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"