KONTEKS.CO.ID – Anggaran pembelian baju dinas untuk 120 anggota DPRD Jawa Barat (Jabar) senilai Rp1,7 miliar heboh.
Berdasarkan Sirup LKPP, terdapat empat jenis baju dinas yang akan dibuat untuk anggota DPRD Jabar dengan anggaran Rp1,7 miliar.
Humas Sekretariat DPRD Jabar menyebutkan, pengadaan baju dinas itu sesuai dengan Pasal 9 Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 189 Tahun 2021.
Keempat jenis baju dinas itu yakni, Pakaian Sipil Harian (PSH), Pakaian Sipil Resmi (PSR), Pakaian Sipil Lengkap (PSL), dan Pakaian Dinas Harian Lengan Panjang.
“Salah satu tunjangan kesejahteraan bagi pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Jawa Barat adalah pemberian pakaian dinas dan atributnya,” tulis keterangan resmi Humas DPRD Jabar, dikutip Selasa 28 Februari 2023.
“Sumber pembiayaan pemberian pakaian dinas dan atribut bagi pimpinan dan anggota DPRD dialokasikan dalam dua kelompok yaitu untuk pembiayaan bahan pakaian dan ongkos jahit,” lanjutnya.
Dalam Sirup LKPP tertulis, belanja bahan PSH seharga Rp180 juta, PSR Rp180 juta, PDH Rp180 juta, dan PSL Rp216 juta.
Kemudian, ongkos jahit PSL sebesar Rp270 juta, ongkos jahit PDH Rp240 juta, ongkos jahit PSR Rp240 juta, dan ongkos jahit PSH Rp210 juta.
Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar, Abdul Hadi Wijaya mengatakan, belanja baju merupakan rutinitas tiap tahun.
Abdul Hadi mengaku, tak mengetahui berapa anggaran belanja baju anggota dewan itu.
“Ini sebetulnya sebuah rutinitas biasa, dan kemudian belanja rutin. Kita yang belum nyambung itu pemahaman dan proporsionalitasnya,” kata Abdul Hadi kepada wartawan.
“Pertama pemahaman ketika dikedepankan kami ini minta-minta baju begitu, untuk kami itu kayak anak kecil minta baju, nggak seperti itu,” imbuhnya.
Abdul Hadi mengeklaim, nilai anggaran pengandaan baju itu baru diketahui dari media.
“Yang ada adalah ini belanja rutin, bahkan angkanya kami baru tahu dari media. Jadi kami dalam perencanaan detailnya tidak tahu menahu soal angka ini,” klaimnya.
Menurut Abdul Hadi, belanja baju dinas juga berlaku untuk semua anggota legislatif di seluruh Indonesia dan diproses sesuai aturan.
“Saya nggak tahu angkanya karena saya nggak tertarik soal angkanya. Buat kami, itu sudah ada aturannya,” ujarnya.
Justru, kata Abdul Hadi, yang menjadi masalah angka Rp1,7 miliar itu terus dibesarkan dan akhirnya membuat kinerja dewan yang harusnya diapresiasi masyarakat malah hilang.
“Sayang kan gitu, jadi kita terprovokasi pada sesuatu yang bukan hoaks, tapi di-framing sebagai pembusukan terhadap institusi DPRD,” pungkasnya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"