KONTEKS.CO.ID – Bayi hepatitis B. Setelah heboh sifilis atau penyakit raja singa pada ibu hamil, kini Kemenkes mengungkap puluhan ribu bayi lahir dengan hepatitis B.
Dalam rilisnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan, ada 35.757 bayi lahir dengan hepatitis B di Indonesia pada 2022.
Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril mengatakan, penularan kasus didominasi oleh penularan langsung dari ibu ke anak.
Secara umum, jelas Syahril, penularan hepatitis B, C, dan D terjadi secara vertikal langsung dari ibu ke anak, dari cairan tubuh (air ludah, cairan sperma) dan aktivitas seksual tidak aman, menggunakan tindik atau tato, maupun penggunaan jarum suntik tidak steril pada pengguna narkoba. Semua itu membuat bayi hepatitis B.
”Penularan Hepatitis B dari secara vertikal ibu ke anak menyumbang sebesar 90-95% dari seluruh sumber penularan lainnya,” sebut Syahril.
Bayi yang terinfeksi hepatitis B kemungkinan untuk menjadi kronis dan sirosis hingga 80%. Dan sayangnya belum ada pengobatan yang efektif.
Jadi penting untuk memutus alur penularan. ”Pemberian vaksin hepatitis B secara lengkap dan tepat dapat menurunkan prevalensi hepatitis B. Tetapi masih terdapat permasalahan yang harus dihadapi yaitu risiko untuk menjadi sirosis dan hepatoma, serta belum ada pengobatan yang efektif,” tuturnya.
Data Kemenkes menunjukkan, sebanyak 7,1% atau 18 juta masyarakat indonesia terinfeksi hepatitis B. Dari jumlah tersebut 50% di antaranya berisiko menjadi kronis dan 900.000 dapat menjadi kanker hati.
Bahkan hepatitis B menjadi empat besar penyebab kematian di Indonesia. Dengan perkiraan kematian setiap tahunnya sebesar 51.100 kematian.
Sebanyak 50.744 Ibu hamil positif hepatitis B pada tahun 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 35.757 bayi lahir dari Ibu yang positif hepatitis B.
“Meskipun sebagian besar sudah mendapatkan imunisasi Hb0 dan HBg kurang dari 24 jam. Namun masih didapati 135 bayi positif Hepatitis B pada usia 9-12 bulan,” tandasnya.
Memutus atau mencegah sedini mungkin penularan hepatitis menjadi prioritas pemerintah saat ini. Khusus untuk hepatitis B, dilakukan deteksi dini Hepatitis B yang terintegrasi dengan pemeriksaan HIV dan Sifilis untuk minimal 80% ibu hamil (atau disebut juga dengan Triple Eliminasi). Tujuannya untuk memutus atau mencegah penularan secara vertikal dari ibu ke anak.
Pemberian imunisasi Hepatitis B tiga dosis pada bayi juga masuk ke dalam program imunisasi nasional untuk mengurangi insiden. Pemberian HB0 kurang dari 24 jam untuk mengurangi transmisi dari ibu ke bayi.
Selain itu juga dilakukan pemberian HBIg pada bayi lahir dari ibu reaktif HBsAg, dan Pemberian Tenofovir pada bumil dengan viral load tinggi.
Deteksi dini juga harus dilakukan bagi kelompok berisiko seperti pengguna jarum suntik (penasun) dan eks penasun, ODHIV, pasien hemodialisa, populasi kunci seperti WBP, PS, dan LSL, riwayat transfusi, riwayat tato, tindik dan penggunaan alat medis tidak steril harus dilakukan untuk memutus penularan.
Secara khusus, Syahril mengimbau, masyarakat Indonesia untuk menghindari praktek seks berisiko. ”Ingat penularan hepatitis melalui cairan tubuh termasuk dari air mani dan air liur. Contohnya melakukan ciuman sampai terjadi perlukaan dapat menularkan virus hepatitis, dan jangan lupa untuk menggunakan pengaman agar menghindari hal-hal yang dapat beresiko penularan untuk kesehatan dan pertumbuhan anak,” pungkasnya. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"