KONTEKS.CO.ID – Rekor suhu dunia. Layanan Perubahan Iklim Uni Eropa Copernicus mengatakan, mulai Juni ini mereka melihat suhu udara permukaan global memecahkan rekor panas untuk periode tersebut.
“Suhu rata-rata global pada awal Juni adalah yang terhangat yang pernah tercatat untuk periode tersebut, mengalahkan rekor sebelumnya dengan margin yang substansial,” kata Unit Pemantauan Iklim Uni Eropa, disitat Al Jazeera, Jumat 16 Juni 2023.
“Dunia baru saja mengalami rekor terpanas pada awal Juni,” kata Samantha Burgess, Wakil Direktur Layanan Perubahan Iklim Copernicus (C3S), dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis.
“Suhu udara permukaan rata-rata global untuk hari-hari pertama Juni 2023 adalah yang tertinggi dalam catatan data ERA5 untuk awal Juni dengan selisih yang substansial,” kata Unit Copernicus, mencatat bahwa beberapa data kembali ke tahun 1950.
Temperatur telah turun sejak itu. Tetapi para ahli mengatakan, lonjakan singkat pada awal Juni menandai rekor panas global baru untuk bulan Juni. Serta menunjukkan lebih banyak ekstrem di masa depan saat planet ini memasuki fase El Niño yang dapat berlangsung bertahun-tahun.
Pemantauan Rekor Suhu Dunia
Para peneliti di Unit Copernicus UE melaporkan, pada awal Juni suhu udara permukaan global naik 1,5 derajat Celcius (2,7 Fahrenheit) di atas tingkat pra-industri untuk pertama kalinya.
Itu adalah ambang batas yang menurut pemerintah akan mereka coba untuk tetap di dalam pada KTT 2015 di Paris.
Menurut data, suhu rata-rata global harian berada pada atau di atas ambang batas 1,5 Celcius antara 7-11 Juni, mencapai maksimum 1,69 Celcius di atasnya pada 9 Juni.
Unit tersebut mengatakan pada 8 dan 9 Juni tahun ini, suhu harian rata-rata global sekitar 0,4 Celcius lebih hangat dari rekor sebelumnya untuk hari yang sama.
“Ketika suhu rata-rata global terus meningkat dan lebih sering melebihi batas 1,5 derajat Celcius, efek kumulatif dari pelampauan tersebut akan menjadi semakin serius dan harus dipantau secara hati-hati,” kata unit tersebut.
Hari-hari yang dihabiskan pada ambang batas 1,5 Celcius datang sebagai fase La Niña tiga tahun –yang cenderung meredam efek pemanasan global– telah memberi jalan sebaliknya, periode El Niño, yang dapat menambah setengah derajat lagi atau lebih ke suhu rata-rata.
Copernicus baru-baru ini mengumumkan bahwa lautan global lebih hangat bulan lalu daripada rekor bulan Mei lainnya.
“Prediksinya, tahun 2024 akan lebih hangat dari tahun 2023 karena El Niño ini terus berkembang,” kata Burgess.
“Kita tahu juga semakin hangat iklim global, semakin besar kemungkinan kita mengalami peristiwa ekstrem dan semakin parah peristiwa ekstrem itu,” katanya.
“Jadi ada korelasi langsung antara tingkat pemanasan global dan frekuensi serta intensitas kejadian ekstrem.”
Gelombang Panas Asia
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, dunia berpacu menuju bencana perubahan iklim. Mnggambarkan tanggapan global sangat tidak memadai.
“Kebijakan iklim saat ini akan menyebabkan suhu rata-rata 2,8 derajat Celcius di atas masa pra-industri pada akhir abad ini, hampir dua kali lipat dari target PBB untuk kenaikan 1,5 derajat Celcius,” papar Guterres.
“Itu berarti malapetaka. Namun tanggapan kolektif tetap menyedihkan,” keluh Guterres dalam konferensi pers.
“Kami meluncur menuju bencana, mata terbuka lebar –dengan terlalu banyak yang bersedia mempertaruhkan semuanya pada angan-angan, teknologi yang belum terbukti, dan solusi peluru perak. Sudah waktunya untuk bangun dan melangkah,” desak Sekjen PBB itu.
Dia mengatakan, industri bahan bakar fosil harus melakukan bukan hanya transisi tetapi transformasi besar-besaran saat bergerak menuju energi bersih. Lalu menjauh dari produk yang tidak sesuai dengan kelangsungan hidup manusia.
“Negara-negara jauh dari jalur dalam memenuhi janji dan komitmen iklim. Saya melihat kurangnya ambisi. Kurangnya kepercayaan. Kurangnya dukungan. Kurangnya kerja sama. Dan banyak masalah seputar kejelasan dan kredibilitas,” katanya. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"