KONTEKS.CO.ID – Sejarah kalender Hijriyah dalam penanggalan Islam. Menyambut tahun baru Islam, ada baiknya kita lebih mengenal kalender berdasarkan rotasi Bulan.
Selain guna menentukan waktu ibadah dan perayaan keagamaan, kalender atau sistem penanggalan Hijriyah juga menjadi simbol dan identitas umat Muslim.
Dalam sejarahnya, para sahabat Nabi, pascameninggalnya Rasulullah Saw pada abad ke-7 M, telah menjadikan sistem kalender Hijriyah sebagai pedoman yang mereka patuhi dengan sungguh-sungguh.
Seiring dengan berkembangnya Kekhalifahan Islam, tanggal-tanggal dalam kalender menjadi sangat penting dalam pembuatan keputusan hukum, perjanjian, dan dokumen penting lainnya.
Adanya urutan bulan dan hari yang teratur di dalam kalender memudahkan mereka dalam komunikasi dan menjaga ketertiban.
Awal Penyusunan Kalender Hijriyah
Meskipun sudah ada kesepakatan mengenai bulan-bulan dan hari-hari dalam kalender, para sahabat masih menghadapi tantangan dalam mencatat peristiwa secara tahunan.
Kadang-kadang mereka tidak tahu tahun mana yang dimaksudkan ketika sebuah peristiwa atau dokumen tidak memiliki tanggal yang lengkap. Untuk mengatasi hal ini, mereka perlu menentukan titik awal suatu era yang bisa digunakan sebagai acuan.
Melansiri laman PP Muhammadiyah, Selasa 18 Juli 2023, sejumlah tokoh sejarah, seperti al-Shaʿbi dan al-Biruni, telah menunjukkan, manusia selalu menggunakan peristiwa-peristiwa penting sebagai titik acuan dalam menetapkan era.
Demikian pula, dalam budaya Arab pra-Islam, mereka menggunakan peristiwa-peristiwa seperti kematian Kaʿab ibn Luʾayy, Tahun Gajah (ʿAm al-Fil), dan Harb al-Fijar sebagai acuan waktu.
Dalam kronik sejarahnya, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk, Imam Thabari menyatakan, Maymun bin Mihran menceritakan sebuah dokumen hukum untuk suatu perbuatan dikirim kepada Umar yang tertulis bulan Sya’ban.
Umar bertanya, “Apakah ini Syaʿban tahun lalu atau tahun yang akan datang?”
Kemudian Khalifah setelah Abu Bakar ini berkata kepada para sahabat: Mari kita tetapkan satu titik awal yang digunakan oleh masyarakat.
Kesepakatan Peristiwa Hijrah
Pada saat itu, Umar dan para sahabatnya melakukan diskusi tentang bagaimana cara mencatat peristiwa-peristiwa tersebut.
Mereka sepakat untuk mengadopsi cara penulisan tanggal yang digunakan oleh bangsa asing, yaitu dengan menuliskan “di bulan ini tahun ini”. Namun, muncul pertanyaan mengenai tahun mana yang harus dijadikan titik awal.
Beberapa orang menyarankan untuk menggunakan waktu wahyu pertama kepada Nabi Muhammad. Sementara yang lain mengusulkan untuk menggunakan wafatnya Nabi sebagai titik awal.
Setelah pembahasan yang panjang, akhirnya mereka sepakat untuk menggunakan hijrah sebagai awal era Islam.
Dalam menentukan bulan awal, ada yang mengusulkan Ramadan, namun akhirnya, para sahabat dengan bulat setuju untuk memulai tahun dengan bulan Muharram.
Pada masa Kekhalifahan mar inilah para sahabat sepakat untuk menggunakan hijrah Nabi Muhammad sebagai titik awal era Islam.
Hijrah ini memiliki makna yang mendalam, karena memisahkan kebenaran dari kesesatan. Dengan menetapkan hijrah sebagai titik awal, umat Muslim memiliki fondasi yang kuat untuk mengukur waktu dan mengidentifikasi diri mereka sebagai umat Islam.
Dengan demikian, kalender Islam bukan hanya sekadar alat pengukur waktu, tetapi juga lambang identitas dan warisan umat Muslim.
Para sahabat Nabi telah memahami pentingnya menjaga ketertiban dan konsistensi dalam penggunaan kalender ini, sehingga memastikan bahwa perintah Allah dan Rasul-Nya tetap terjaga. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"