KONTEKS.CO.ID – Peneliti BRIN kembali bersilang pendapat dengan BMKG. Bukan soal cuaca, kali ini terkait prakiraan awal musim hujan di Tanah Air.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aris Pramudia, memverifikasi musim prakiraan iklim dan peringatan dini iklim ekstrem yang disajikan peneliti Badan Meteorologi dan Geofisika.
Aris menggarisbawahi tiga hal. Yaitu, kriteria penentuan awal musim, durasi musim, dan penyajian peta.
“Terdapat penyempurnaan kriteria awal musim,” katanya pada FGD Verifikasi Prakiraan Iklim dan Peringatan Dini Iklim Ekstrem yang diadakan BMKG, di Lido Lake Resort, Kabupaten Bogor, Jabar, Selasa 18 Juli 2023.
Melansir laman BRIN, Minggu 23 Juli 2023, Aris menjelaskan, kriteria yang disajikan pada publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2022/2023 digambarkan Awal Musim Hujan ditetapkan jika curah hujan suatu dasarian, serta dua dasarian berikutnya memiliki curah hujan lebih dari atau sama dengan 50 mm/dasarian.
Sebaliknya, Awal Musim Kemarau ditetapkan jika curah hujan suatu dasarian, serta dua dasarian berikutnya memiliki curah hujan kurang dari 50 mm/dasarian.
Peneliti BRIN vs Peneliti BMKG
Pada publikasi Prakiraan Awal Musim Kemarau 2023, terdapat penambahan alternatif kriteria. Di samping kriteria sebelumnya, Awal Musim Hujan dapat berupa total curah hujan tiga dasarian lebih dari atau sama dengan 150 mm, dengan syarat curah hujan dasarian pertama harus lebih dari 50 mm.
Namun Aris berpendapat, penambahan kriteria semacam itu tidak tepat diberlakukan pada penetapan Awal Musim Kemarau.
Hasil analisis prakiraan musim BMKG, menurut Aris, belum mempertimbangkan durasi atau lamanya musim berlangsung. Beberapa wilayah yang diperkirakan mengalami musim kemarau, mengalami durasi musim hanya 3-5 dasarian saja.
Padahal, tegas dia, sebagaimana adanya istilah musim (season), sub-musim (sub-season), kriteria durasi musim selayaknya lebih lama dari durasi tersebut.
Aris juga menyoroti teknik penyajian peta dalam publikasi Musim Kemarau 2023, di mana terdapat poligon berwarna putih. Sehingga, memberikan kesan data kosong (blank).
“Padahal poligon tersebut memiliki informasi yang disajikan dalam warna putih,” ujarnya.
Menurut Aris, terdapat peluang atau tantangan dalam penyempurnaan kriteria penentuan awal musim, dengan melibatkan nilai moving average curah hujan dasarian.
“Di mana, Awal Musim Hujan adalah dasarian yang memiliki curah hujan lebih dari atau sama dengan 50 mm/dasarian, dengan nilai rata-rata bergerak (moving average) pada dasarian tersebut, dan dua dasarian berikutnya bernilai lebih dari atau sama dengan 50 mm/dasarian,” paparnya.
Sedangkan Awal Musim Kemarau adalah dasarian yang memiliki curah hujan kurang dari 50 mm/dasarian dengan nilai rata-rata bergerak (moving average) pada dasarian tersebut, dan dua dasarian sebelumnya bernilai kurang dari 50 mm/dasarian.
“Tantangan berikutnya adalah perlunya mendefinisikan seberapa lama periode basah atau kering yang layak dikatakan musim, serta dapat melengkapi tampilan informasi dengan tidak memberikan kesan blank,” tutup Aris. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"