KONTEKS.CO.ID – Pembunuh dinosaurus sebenarnya. Selama beberapa dekade, para ilmuwan berdebat sengit apakah serangan asteroid atau letusan gunung berapi yang mengakhiri kekuasaan dinosaurus pada 66 juta tahun lalu.
Sekitar tiga perempat dari seluruh kehidupan di Bumi, termasuk semua dinosaurus non-burung, punah pada saat itu. Fenomena itu mengakhiri Zaman Kapur secara dramatis.
Kini, para peneliti telah menemukan cara baru untuk mengidentifikasi pembunuh dinosaurus yang sebenarnya. Yakni, biarkan komputer yang memecahkannya.
Hasil dari upaya komputasi tersebut menunjukkan bahwa semburan gas besar yang dihasilkan oleh letusan Deccan Traps mampu menyebabkan peristiwa kepunahan, tim tersebut melaporkan dalam Science 29 September.
Pembunuh Dinosaurus Sebenarnya
Letusan, yang berlangsung sekitar satu juta tahun, memuntahkan sejumlah besar lava berisi gas ke wilayah yang sekarang disebut India bagian barat.
“Daripada melihatnya dari perspektif ‘mari kita salahkan gunung berapi dan jelaskan alasannya’. Atau ‘mari kita salahkan asteroid dan jelaskan alasannya’,” tujuannya adalah untuk meminimalkan masukan atau bias manusia dalam proses tersebut, kata komputasi Dartmouth, ahli geologi, Alexander Cox.
Idenya adalah untuk bekerja mundur dengan menggunakan bukti dari TKP. Para ilmuwan memang punya senjata ampuh, Yakni, inti yang dibor ke dalam sedimen laut dalam mengandung data geologi yang menunjukkan semburan gas mematikan ke atmosfer.
Khususnya karbon dioksida yang menyebabkan pemanasan global dan sulfur dioksida yang mengasamkan laut.
Namun gas-gas tersebut bisa saja berasal dari hantaman asteroid, saat ia membakar bebatuan di permukaan planet ini, kata Cox, atau dari letusan Deccan Traps.
Upaya sebelumnya untuk memahami sumber gas berfokus pada waktu, memeriksa aliran lava selama letusan Deccan Traps, kata Cox.
Untuk menguraikan kontribusi relatif dari masing-masing penyebab potensial, ahli geologi Cox dan Dartmouth C. Brenhin Keller menggunakan model statistik yang bernama pendekatan rantai Markov Monte Carlo.
Gunakan Prosesor Canggih
Pendekatan tersebut secara sistematis mempertimbangkan kemungkinan berbagai skenario emisi gas dari berbagai sumber, dan menyatu menuju solusi yang mungkin seiring dengan semakin dekatnya hasil simulasi dengan observasi geologi.
Apa yang membuat pendekatan para peneliti ini sangat ampuh adalah mereka memanfaatkan 128 prosesor berbeda untuk menjalankan skenario secara paralel.
“Semua prosesor kemudian membandingkan kinerjanya di akhir setiap model yang terjalankan, seperti teman sekelas yang membandingkan jawaban,” katanya lagi.
Komputasi paralel berarti komputasi yang seharusnya memakan waktu satu tahun hanya membutuhkan beberapa hari.
Pengamatan yang Cox dan Keller gunakan adalah data yang terkumpul dari tiga inti yang terbor ke dalam sedimen laut dalam, masing-masing berumur 67 juta hingga 65 juta tahun yang lalu.
Di dalam sedimen tersebut terdapat foraminifera, mikroorganisme penghuni laut yang cangkang karbonatnya mengandung isotop. Atau bentuk, karbon dan oksigen yang berbeda.
Susunan kimia cangkang mencatat kandungan kimia laut pada saat pembentukannya, sehingga dapat tergunakan sebagai proksi untuk menyimpulkan suhu global di masa lalu. Serta berapa banyak makhluk yang hidup di lautan, dan berapa banyak karbon yang berpindah di atmosfer, lautan dan daratan.
Simulasi komputer menentukan bahwa jumlah gas yang termuntahkan ke atmosfer akibat aktivitas vulkanisme saja sudah cukup. Kuat untuk memperhitungkan perubahan suhu dan siklus karbon yang tertentukan dari data foraminifera di inti pengeboran.
Adapun hantaman asteroid, yang membentuk kawah besar Chicxulub di tempat yang sekarang bernama Meksiko. Ada kemungkinan tidak menghasilkan lonjakan besar karbon dioksida atau sulfur dioksida, demikian temuan analisis tersebut.
Namun banyak ilmuwan tidak yakin bahwa temuan ini memberikan jawaban akhir atas pertanyaan kompleks yang sudah lama ada ini. “Ini adalah cara yang elegan untuk mengatasi masalah ini,” kata Sierra Petersen, ahli geokimia di Universitas Michigan di Ann Arbor. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"