KONTEKS.CO.ID – Fakta Data KPU bocor menjadi headline pada banyak pemberitaan online di Tanah Air dalam beberapa hari terakhir. Kabar ini mengejutkan karena sistem jaringan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ternyata masih bisa terbobol.
Kabar ini mencuat setelah peretas anonim yang mengaku sebagai pemilik akun Jimbo berhasil meretas situs kpu.go.id. Lalu mencuri data pribadi dari ratusan juta pemilih terdaftar atau DPT.
Seperti apa faktanya? Berikut rangkuman lima fakta terkait kasus dugaan peretasan 204 juta data KPU bocor yang beredar di internet:
1. Ungkapan Pertama di Twitter
- Informasi mengenai kebocoran data pertama kali diungkap oleh Konsultan Keamanan Siber, Teguh Aprianto, melalui akun Twitter-nya (@secgron).
- Pada Selasa, 28 November, Teguh membagikan tangkapan layar unggahan peretas Jimbo yang mengklaim meretas situs KPU dengan caption “KPU.GO.ID 2024 Voters RAW DATABASE.”
2. Jumlah Data Teretas Mencapai 204 Juta
- Jimbo, sang peretas, menyebut memiliki 252 juta data, namun setelah penyaringan, terdapat 204,807,203 data unik.
- Angka ini hampir identik dengan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU sebesar 204,807,222 pemilih.
3. Jenis Data yang Bocor
- Data yang diklaim oleh Jimbo mencakup informasi penting seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Kartu Keluarga (No. KK), nomor KTP (berisi nomor paspor untuk pemilih luar negeri).
- Lalu nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir, status pernikahan, alamat lengkap, RT, RW, kodefikasi kelurahan, kecamatan, kabupaten, serta kodefikasi Tempat Pemungutan Suara (TPS).
4. Data Terjual di BreachForums
- Selain membagikan sampel data secara gratis, Jimbo juga menjual data tersebut di forum BreachForums dengan harga USD74,000 atau sekitar Rp1,2 miliar.
- Ini menjadi bukti bahwa kebocoran data ini bukan hanya sekadar ancaman, tetapi juga menjadi objek perdagangan di dunia maya.
5. Permintaan Klarifikasi dari Kominfo
- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah mengirim surat permintaan klarifikasi kepada KPU sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah (PP) No 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
- Upaya klarifikasi ini terlakukan bersamaan dengan pengumpulan data dan informasi untuk mendukung penanganan dugaan kebocoran data tersebut.
Kasus ini menjadi perhatian serius, mengingat sensitivitas data pribadi yang terlibat. Pemerintah dan pihak terkait perlu segera mengambil langkah-langkah untuk menanggulangi serta memberikan keamanan lebih pada sistem jaringan elektronik, terutama dalam menghadapi event besar seperti Pemilihan Presiden 2024.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"