KONTEKS.CO.ID – Pembuatan perahu pinisi. Google Doodle kapal pinisi tampil hari ini, Kamis 7 Desember 2023. Sejak tahun 2017, pinisi masuk dalam Warisan Budaya Tak Benda Kemanusiaan UNESCO.
Kekayaan budaya berteknologi milik suku Bugis ini memang layak mendapat pengakuan dunia. Sebab, kapal ini memiliki keunggulan tersendiri dalam mengarungi samudera.
Lihat saja rumitnya perakitan perahu pinisi. Pembuatan perahu pinisi sendiri terdari dari tiga tahap, yaitu pengolahan kayu, pembuatan perahu, serta peluncuran perahu.
Melansir laman Kemendikbudristek, berikut ini penjabaran dari tiga tahapan proses pembuatan perahu yang mendunia itu:
Pembuatan Perahu Pinisi: Pengolahan Kayu
Sebuah perahu pinisi membutuhkan bahan baku kayu dari hutan yang memiliki jenis kayu tertentu. Bahan baku kayu biasanya yang tidak mudah pecah, kedap air, dan tidak termakan kutu air (rutusu).
Biasanya kayu yang sering terpakai adalah Kayu Suryan (Vitoe Cavansus Reinw). Ini adalah kayu yang paling baik, sebab di samping tahan dan tidak mudah pecah jenis kayu ini juga mudah diperoleh.
Selain itu ada juga pilihan jenis kayu lainnya yaitu, kayu jati (Tectona Grandis), ulin (Ensideroxy Lon Zwagerf), kesambi dan bayam. Untuk kebutuhan bahan papan, kamar, dan sebagainya mempergunakan Kayu Cokke (sejenis kayu bakau) dan Kayu Cempaga (Petrocarpus Indiculwild).
Selain jenis kayu, kualitas kayu juga terlihat dari umur kayu tersebut. Untuk pembuatan kapal besar misalnya, memerlukan kayu yang berumur sekitar 50 tahun. Sedangkan untuk pembuatan kapal kecil, kayu berumur 25 tahun sudah memenuhi syarat.
Kayu yang telah dipilih untuk pembuatan perahu itu kemudian terpotong-potong menjadi bentuk balok. Balok-balok tersebut lalu terangkut ke pinggir sungai atau jalan yang tersebut Appaturung.
Pengangkutan kayu-kayu ke tempat pembuatan kayu (bantilang) berlangsung dengan menggunakan mobil, tongkang, perahu, atau kapal. Pengangkutan bahan baku ke bantilang biasanya diatur sedemikian rupa dengan mendahulukan komponen yang lebih dahulu terkerjakan.
Cara Pembuatan Perahu Pinisi
Hal yang pertama kali dibuat dalam pembuatan perahu adalah pemasangan kalabiseang (lunas). Pada pembuatan perahu tradisional, lunas perahu terdiri dari tiga potong balok dengan ukuran tertentu sesuai dengan kapasitas perahu yang diinginkan.
Saat melakukan pemotongan, lunas terletakkan menghadap Timur Laut. Balok lunas bagian depan merupakan simbol lelaki.
Sedang balok lunas bagian belakang diartikan sebagai simbol wanita. Usai termanterai, bagian yang akan terpotong tertandai dengan pahat. Pemotongan dengan gergaji harus terjadi sekaligus tanpa boleh berhenti.
Itu sebabnya untuk melakukan pemotongan harus terkerjakan oleh orang bertenaga kuat. Demikian selanjutnya setiap tahapan selalu melalui ritual tertentu. Lunas tersebut kemudian terperkuat dengan pemasangan papan pangepek serta pemasangan sotting atau linggi.
Setelah pembuatan lunas perahu maka kemudian terbuatlah dinding perahu atau tersebut juga dengan badan perahu. Dinding perahu dapat terbedakan atas papan terasa (papan keras atau dasar) dan papan lamma (papan lemah).
Papan terasa ialah susunan papan lambung perahu bagian bawah yang selalu terendam air. Oleh karena posisinya itu, maka papan terasa harus terdiri dari jenis kayu yang memenuhi kualitas dan syarat tertentu.
Papan lamma atau papan lemah adalah susunan papan dinding perahu bagian atas untuk mengikat papan terasa. Ukurannya jauh lebih panjang dari papan terasa sehingga harus lentur agar mudah dilengkungkan mengikuti bentuk perahu.
Papan terasa biasanya terdiri dari sebelas atau tiga belas urat atau susun yang tergantung dari bobot perahu sedangkan papan lamma hanya terdiri dari tiga atau lima susun sesuai bobot perahu. Akan tetapi pinisi dengan ukuran dua ratus ton ke atas biasanya menggunakan papan lamma lebih dari lima lajur tergantung dari lebar papan.
Pemasangan Rangka Perahu
Tahap selanjutnya dalam pembuatan perahu pinisi adalah pemasangan rangka. Rangka pada perahu tradisional hanya sebagai pengukuh atau pengukut dinding perahu. Oleh karena itu pembuatan rangka perahu terlakukan setelah pemasangan dinding perahu.
Hal ini berbeda dengan prinsip pembuatan perahu modern yang memasang rangka sebelum membuat dinding perahu.
Rangka perahu terdiri dari dua bagian, kelu dan soloro. Kelu adalah balok yang terpasang melintang pada kiri dan kanan lambung, mirip dengan huruf V.
Soloro merupakan bagian yang berada di antara dua kelu, namun terpasang tidak melintang seperti kelu namun ujungnya hanya sampai di pinggir lunas. Balok-balok kelu dan soloro sengaja terpilih dari kayu bengkok alami dan disesuaikan dengan lambung perahu.
Pada tempat tertentu penyambung kelu dan soloro terdapat beberapa batang soloro yang terpasang mencuat ke atas sekitar 40-50 cm melewati papan tarik (pinggir paling atas perahu) yang dinamakan tajuk.
Fungsi utama tajuk adalah sebagai tempat mengikatkan tali perahu yang jumlahnya sekitar 14 buah pada tiap sisi untuk perahu pinisi dengan bobot 100 ton. Pemasangan rangka secara keseluruhan terselesaikan setelah papan lamma terpasang.
Setelah seluruh balok terpasang maka beberapa sawi tertugaskan untuk memasang naga-naga dan bua-buaya. Naga-naga adalah balok khusus yang terpasang membujur searah lunas dari depan dan belakang dan bertumpu pada kelu. Sedangkan fungsi bua-buaya adalah balok yang terpasang di atas kelu mengikuti bentuk muka dan belakang.
Pemasangan Tiang
Selanjutnya masuk ke pada tahap pembuatan lepe. Lepe adalah lembaran kayu dengan ukuran khusus yang terpasang di atas balok rangka dan berfungsi untuk merangkai/saling menguatkan papasan rangka perahu.
Untuk itu terperlukan kayu yang cukup panjang dan lentur dengan lebar yang bervariasi tergantung dari besarnya perahu. Jumlah lajur lepe pada sebuah perahu tidak tetap tergantung dari kapasitas perahu.
Sedangkan lajur lepe yang paling atas tersebut sebagai lepe kalang, sebab akan berfungsi sebagai sebagai tumpuan balok kalang (dek). Oleh sebab itu lepe kalang terbuat dengan ukuran yang lebih tebal dari lepe biasa.
Dengan lepe kalang, maka balok kalang sudah dapat terpasang. Kalang ialah balok dengan ukuran khusus yang dibentuk agak cembung pada bagian atasnya dan terpasang melintang pada kiri dan kanan perahu. Fungsinya adalah untuk memperkuat dinding perahu dan juga sebagai landasan dari dek perahu. Ujung kalang bertumpu pada lepe kalang dan terkuatkan dengan pasak kayu atau baut.
Setelah pemasangan kalang telah selesai, maka terpasang pula bangkeng salara, yaitu beberapa pasang balok dengan ukuran dan kualitas tertentu, yang akan berfungsi sebagai tumpuan/pondasi tiang utama.
Untuk tiang depan terdapat tiga pasang bangkeng salara sedangkan pada tiang belakang hanya terdapat satu pasang. Pemasangan bangkeng salara ini membutuhkan keahlian khusus sebab apabila terjadi kesalahan akan dapat mempengaruhi mobilitas perahu.
Ujung paling bawah bangke salara bertumpu pada kelu dan terapit oleh dua balok melintang pada lambung perahu. Sedangkan pada bagian atas terapit oleh kalang kemudian diperkuat oleh pallu-pallu.
Pada pemasangan bangkeng salara, beberapa sawi tertugaskan untuk memasang balok pinggiran perahu. Komponen ini terpasang jika balok kalang sudah terpasang seluruhnya. Fungsi balok-balok ini adalah sebagai lis pinggir perahu. Balok-balok terpasang mengikuti bentuk atau lengkunan di pinggir perahu yang bertumpu pada papan tari’dan ujung kalang.
Pemasangan Lantai Dek Perahu Pinisi
Apabila pemasangan kalang dan balok-balok telah selesai, sebagai sawi tertugaskan untuk memasang papan katabang (lantai dek perahu). Katabang mulai terpasang di pinggir perahu sampai seluruh pemukaan tertutup kecuali pintu. Teknik pemasangan papan katabang sama dengan pemasangan terasa, yaitu dirapatkan dengan dan sambungan papan dilapisi agar tidak kemasukan air.
Sesudah pemasangan papan ketabang masih ada tahap pembuatan anjong. Anjong adalah sebatang balok dengan ukuran dan bentuk khusus (bulat) yang terpasang mencuat di bagian depan perahu pinisi.
Fungsi anjong ialah sebagai tempat mengikatkan tiga lembar layar depan perahu, selain itu fungsi anjong juga untuk memperindah tampilan perahu pinisi.
Setelah semua pekerjaan telah selesai, tahap selanjutnya dalam pembuatan badan perahu sebelum meluncur adalah menyumbat seluruh persambungan papan agar tidak kemasukan air. Bagian yang tersisip bukan hanya dinding perahu namun juga lantai perahu atau katabang.
Setelah seluruh sambungan kayu tersumbat selajutnya terpasangi gala-gala yaitu damar yang tertumbuk halus dan tercampur dengan minyak tanah.
Tahap akhir dari pembuatan perahu pinisi adalah allepa. Seluruh permukaan papan terasa tertutup dengan dempul yang terbuat oleh campuran kapur dengan minyak kelapa. Kemudian ditumbuk oleh beberapa orang selama beberapa jam.
Peluncuran Perahu
Peluncuran perahu biasanya berlangsung pada siang hari dengan memilih hari tertentu menurut kebiasaan orang Bugis Makassar. Pada malam hari sebelum peluncuran biasanya teradakan upacara yaitu upacara ammossi’ dan appassilli.
Beberapa hari sebelum peluncuran terlakukan sejumlah persiapan seperti memasang kengkeng jangang di kiri kanan perahu. Kengkeng jangan ialah balok-balok besar dan panjang yang biasanya terpasang agar perahu tidak rebah atau miring saat terdorong.
Kegiatan peluncuran ini melibatkan cukup banyak orang dengan biaya yang cukup besar. Untuk mendorong perahu dengan ukuran 100 ton, setidaknya dibutuhkan tenaga manusia Iebnih dari seratus orang.
Karena banyaknya orang yang akan membantu, maka pada hari itu pemilik perahu mengadakan pesta dengan memotong kambing atau kerbau. Setelah terluncurkan, maka perahu pinisi tersebut siap untuk mengarungi lautan Nusantara. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"