KONTEKS.CO.ID – Bahaya kecerdasan buatan diungkap oleh Dana Moneter Internasional (IMF). Mereka khawatir hampir 40% pekerjaan di seluruh dunia dapat terdampak oleh meningkatnya kecerdasan buatan (AI).
“Ini sebuah tren yang kemungkinan akan memperdalam kesenjangan,” menurut IMF, mengutip CNN, Selasa 16 Januari 2024.
Dalam postingan blog-nya pada hari Minggu, Ketua IMF Kristalina Georgieva menyerukan agar pemerintah membangun jaring pengaman sosial. Ia juga menyarankan pemerintah menawarkan program pelatihan ulang untuk melawan dampak AI.
“Dalam sebagian besar skenario, AI kemungkinan akan memperburuk kesenjangan secara keseluruhan. Sebuah tren meresahkan yang harus teratasi secara proaktif oleh para pembuat kebijakan guna mencegah teknologi tersebut semakin memicu ketegangan sosial,” tulisnya menjelang pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos, Swiss. Di forum ini topik tersebut menjadi agenda utamanya.
Sam Altman, Kepala Eksekutif pembuat ChatGPT OpenAI, dan pendukung terbesarnya –CEO Microsoft Satya Nadella– akan berbicara di acara tersebut akhir pekan ini. Mereka menjadi bagian dari program yang mencakup debat tentang “AI Generatif: Mesin Uap Industri Keempat Revolusi?”.
“Ketika AI terus teradaptasi oleh lebih banyak pekerja dan bisnis, kecerdasan buatan terperkirakan akan membantu dan merugikan tenaga kerja manusia,” kata Georgieva dalam blog-nya.
Menggemakan peringatan sebelumnya dari para ahli lainnya, Georgieva mengatakan, dampaknya terperkirakan akan lebih terasa di negara maju ketimbang negara berkembang. Sebagian karena pekerja kantoran terpandang lebih berisiko ketimbang pekerja kasar.
Bahaya Kecerdasan Buatan Sangat Terasa di Negara Maju
Di negara-negara maju, misalnya, sebanyak 60% pekerjaan bisa terkena dampak AI. Sekitar setengah dari mereka mungkin mendapat manfaat dari bagaimana AI mendorong produktivitas yang lebih tinggi.
“Bagi separuh lainnya, aplikasi AI dapat menjalankan tugas-tugas utama yang saat ini dilakukan oleh manusia. Sehingga dapat menurunkan permintaan tenaga kerja, menurunkan upah dan mengurangi perekrutan,” tulis Georgieva, mengutip analisis IMF.
“Dalam kasus yang paling ekstrim, beberapa pekerjaan ini mungkin hilang,” katanya lagi.
Di negara-negara berkembang dan negara-negara berpendapatan rendah, 40% dan 26% pekerjaan teramalkan akan terkena dampak AI.
Pasar negara berkembang mengacu pada negara-negara seperti India dan Brasil dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sementara negara-negara berpendapatan rendah mengacu pada negara-negara berkembang dengan pendapatan per kapita berada pada tingkat tertentu seperti Burundi dan Sierra Leone.
“Banyak dari negara-negara ini tidak memiliki infrastruktur atau tenaga kerja terampil untuk memanfaatkan manfaat AI. Sehingga meningkatkan risiko bahwa seiring berjalannya waktu, teknologi tersebut dapat memperburuk kesenjangan,” tutur Georgieva.
Dia memperingatkan bahwa penggunaan AI dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kerusuhan sosial. Terutama jika pekerja yang lebih muda dan kurang berpengalaman memanfaatkan teknologi tersebut sebagai cara untuk membantu meningkatkan output mereka. Sementara pekerja yang lebih senior kesulitan untuk mengimbanginya.
AI menjadi topik hangat di WEF di Davos tahun lalu ketika ChatGPT menggemparkan dunia. Sensasi chatbot, yang terdukung oleh AI generatif, memicu perbincangan tentang bagaimana AI dapat mengubah cara orang bekerja di seluruh dunia lantaran kemampuannya menulis esai, pidato, puisi, dan banyak lagi.
Sejak saat itu, peningkatan teknologi telah memperluas penggunaan chatbot dan sistem AI, menjadikannya lebih umum dan mendorong investasi besar-besaran.
Beberapa perusahaan teknologi telah secara langsung menunjuk pada AI sebagai alasan mereka mempertimbangkan kembali jumlah staf.
“Meskipun tempat kerja mungkin berpindah, penerapan AI secara luas pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan meningkatkan PDB global sebesar 7% setiap tahun selama periode 10 tahun,” menurut perkiraan ekonom Goldman Sachs pada bulan Maret 2023.
Georgieva, dalam postingan blog-nya, juga menyebutkan peluang untuk meningkatkan output dan pendapatan di seluruh dunia dengan penggunaan AI.
“AI akan mengubah perekonomian global,” tulisnya. “Mari kita pastikan hal ini bermanfaat bagi kemanusiaan.” ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"