KONTEKS.CO.ID – Tornado genesis diprediksi bisa muncul di Indonesia. Ramalan ini berdasarkan kejadian puting beliung Cimenyan pada 28 Maret 2021 lalu.
“Mungkin saja (tornado genesis). Ini kita melihat bagaimana mekanisme puting beliung di Cimenyan. Kami menyebutnya tornado F0,” ungkap peneliti Klimatologi di BRIN, Erma Yulihastin. di Jakarta, Rabu 6 Maret 2024.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sendiri sudah melakukan rekonstruksi atas kejadian tersebut menggunakan radar Santanu.
Awal mula angin Cimenyan, papar dia, bow echo terbentuk lantaran terpicu oleh prakondisi pembentukan MCC yang teremote oleh bibit siklon tropis Seroja.
Tapi lantaran struktur boomerang dari bow echo, terbentuklah dua meso-vorteks yang mendorong pembentukan angin puting beliung Cimenyan berkekuatan 56 km/jam.
“Sedangkan kekuatan 64 (km/jam) saja sudah merupakan batas bawah untuk tornado F0. Jadi sudah bisa terbayangkan betapa kuatnya kecepatan angin itu,” ungkap Erma.
“Jadi kita bukan hanya bicara soal kecepatan angin yang meningkat, tapi radius pusaran dan skalanya yang menjadi meso sehingga bisa terdeteksi secara jelas dari satelit,” paparnya.
Mempertimbangkan fenomena itu, maka torado genesis bisa saja muncul di Indonesia. Tetapi dengan tingkat kemungkinannya yang jauh lebih kecil ketimbang di Amerika Serikat.
“Jadi mungkin bisa terjadi. Sebab tornado genesis itu masuk ke fenomena meso, maka dia akan berkembang menjadi genesis,” paparnya.
Penjelasan Apa Itu Tornado Genesis?
Merujuk jurnal Tornadogenesis: Our current understanding, forecasting considerations, and questions to guide future research yang ditulis Paul M Markowski dan Yvette P Richardson, tornado genesis merujuk pada proses pembentukan tornado itu sendiri.
Proses bencana ini berawal swaktu terdapat kondisi atmosfer yang sesuai. Misalnya, cuaca panas dan lembab yang kemudian bersua udara dingin serta kering.
Sewaktu keadaan itu berlangsung, udara panas bakal naik ke atmosfer. Kemudian mendorong membentuk awan kumulonimbus besar nan kuat.
Pada badai supercell ada rotasi mesokimia di dalam awan kumulonimbus tersebut. Rotasi itu umumnya berlangsung di bagian atas dari badai dan menjadi pemicu terbentuknya tornado. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"