KONTEKS.CO.ID – Namanya Nora AlMatrooshi. Ia menjadi wanita Arab pertama yang lulus pelatihan NASA untuk misi ke Bulan dan bahkan ke Planet Mars.
Ya, astronot Uni Emirat Arab, Nora AlMatrooshi, menyatakan kesiapannya untuk menjalani misi ke luar angkasa.
Seperti warga Arab lainnya, Nora menghabiskan sebagian besar hidupnya menatap bintang-bintang dan bermimpi terbang ke Bulan.
Minggu ini, dia menjadi wanita Arab pertama yang lulus dari program pelatihan NASA dan siap terbang ke luar angkasa.
AlMatrooshi, 30, pun mengenang pelajaran sekolah dasar tentang luar angkasa. Di mana gurunya menyimulasikan perjalanan ke permukaan Bulan, lengkap dengan pakaian antariksa seni dan kerajinan, serta tenda untuk kapal roket.
“Kami keluar dari tenda, dan kami melihat dia mematikan lampu di ruang kelas kami. Segala sesuatunya ditutupi kain abu-abu, dan dia memberi tahu kami bahwa kami berada di permukaan Bulan,” kata AlMatrooshi kepada AFP, mengutip Minggu 10 Maret 2024.
“Hari itu bergema di benak saya, dan terus melekat di benak saya. Dan saya ingat berpikir, ‘Ini luar biasa. Saya sebenarnya ingin melakukan ini dengan sungguh-sungguh, saya ingin benar-benar sampai ke permukaan Bulan’. Dan saat itulah semua (mimpi) dimulai,” kenangnya sambil mengenakan setelan penerbangan biru yang disulam dengan namanya dan bendera UEA.
Pilihan Badan Antariksa Uni Emirat Arab
AlMatrooshi, seorang insinyur mesin dengan pelatihan yang telah bekerja di industri minyak. Ia adalah salah satu dari dua kandidat astronot yang dipilih oleh Badan Antariksa Uni Emirat Arab (UAESA) pada 2021 untuk mendaftar dalam program pelatihan dengan badan antariksa AS, NASA.
Kini, setelah dua tahun bekerja keras -termasuk latihan berjalan di luar angkasa- AlMatrooshi, rekannya dari Emirat Mohammad AlMulla, dan 10 orang lainnya di kelas pelatihan mereka telah menjadi astronot yang memenuhi syarat.
Kelompok tersebut, terkenal sebagai “The Flies”, kini memenuhi syarat untuk misi NASA ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), peluncuran Artemis ke Bulan. Dan jika semuanya berjalan lancar, bahkan terbang ke Planet Mars.
UAESA mengumumkan awal tahun ini rencana untuk membangun airlock –sebuah pintu khusus– untuk Gateway, stasiun ruang angkasa yang sedang dikembangkan untuk suatu hari nanti mengorbit di Bulan.
“Saya ingin mendorong umat manusia lebih jauh dari sebelumnya. Saya ingin umat manusia kembali ke Bulan, dan saya ingin umat manusia melampaui Bulan,” kata AlMatrooshi. “Dan saya ingin menjadi bagian dari perjalanan itu.”
Meskipun AlMatrooshi adalah orang pertama yang lulus dari NASA, perempuan Arab lainnya telah berpartisipasi dalam misi luar angkasa swasta. Termasuk peneliti biomedis Saudi Rayyanah Barnawi, yang terbang dengan Axiom Space ke ISS tahun lalu, dan insinyur Mesir-Lebanon Sara Sabry, salah satu dari mereka adalah kru dalam penerbangan suborbital Blue Origin 2022.
Nora AlMatrooshi Kenakan Hijab Khusus Astronot
AlMatrooshi, yang mengenakan jilbab sebagai bagian dari keyakinan Muslimnya, menjelaskan, NASA mengembangkan strategi yang memungkinkannya menutupi rambutnya saat mengenakan pakaian luar angkasa dan helm putih ikonik milik badan tersebut. Secara resmi ini kita kenal sebagai Extravehicular Mobility Unit, atau EMU.
“Saat Anda masuk ke EMU, Anda mengenakan topi (komunikasi yang terlengkapi dengan mikrofon dan speaker), yang… menutupi rambut Anda,” katanya.
Tantangannya muncul setelah AlMatrooshi melepas jilbabnya, namun sebelum ia mengenakan topi komunikasi. Yang lebih rumit lagi, hanya bahan yang terizinkan secara khusus yang boleh dipakai di dalam EMU.
“Para insinyur setelan akhirnya menjahitkan hijab darurat untuk saya, sehingga saya bisa mengenakannya. Mengenakan setelan tersebut, lalu mengenakan topi komunikasi, lalu melepasnya dan rambut saya akan tertutup. Jadi saya benar-benar, sangat menghargai mereka melakukan itu untuk saya,” kata AlMatrooshi.
Dengan pakaian khusus miliknya, AlMatrooshi akan siap melangkah ke luar angkasa bersama rekan-rekan astronotnya.
NASA berencana mengembalikan manusia ke permukaan Bulan pada tahun 2026 untuk misi Artemis 3.
“Saya pikir menjadi astronot itu sulit, apa pun agama atau latar belakang Anda,” katanya kepada AFP.
“Saya tidak berpikir menjadi seorang Muslim membuat segalanya menjadi lebih sulit. Namun menjadi seorang Muslim membuat saya sadar akan kontribusi nenek moyang saya, para cendekiawan Muslim dan ilmuwan sebelum saya yang mempelajari bintang-bintang.,” tuturnya.
“Saya menjadi astronot hanya membangun warisan dari apa yang mereka mulai ribuan tahun lalu,” pungkas AlMatrooshi. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"