KONTEKS.CO.ID – Tanaman kratom tengah menjadi buah bibir lantaran akan Presiden Jokowi legalkan.
Pertanyaannya, penggunaan kratom secara tradisional dan modern, berbahaya atau bermanfaat?
Kratom pertama kali terdeskripsikan secara ilmiah pada abad ke-19 oleh ahli botani Belanda, Pieter Willem Korthals. Kratom yang memiliki nama ilmiah Mitragyna speciosa merupakan pohon yang banyak ditemukan di Asia Selatan, khususnya Malaysia, Thailand, dan Indonesia.
Ketika Kratom mencapai kematangan, ia memiliki tinggi maksimum 25 sentimeter (cm) dan membentuk ciri khas bentuk daun lonjong-lonjong. Daun pohon ini terdiri dari venasi menyirip yang bisa berwarna putih, hijau, atau merah.
Melansir laman News Medical Life Sciences, Senin 24 Juni 2024, Kratom termasuk dalam keluarga kopi. Tumbuhan ini memiliki sifat stimulan yang bergantung pada dosis. Namun, tidak mengandung teofilin atau kafein.
Kratom menjadi semakin penting selama dua dekade terakhir karena efeknya yang mirip opioid. Serta sifat stimulan yang bergantung pada dosis yang dimediasi oleh alkaloid indole yang ada di daunnya.
Kegunaan Tanaman Kratom
Kratom secara historis telah tergunakan sebagai sumber pengobatan, serta untuk tujuan rekreasi, selama berabad-abad di banyak negara Asia Tenggara. Biasanya, kratom mendaoat nama umum yang spesifik untuk wilayah tempat ia tertanam.
Hanya daun segar tanaman kratom yang pengguna kunyah untuk mendapatkan efek stimulan dan mengurangi rasa lelah akibat kerja keras nelayan, petani, atau buruh.
Selain itu, kratom telah berguna untuk mengobati gejala gangguan penggunaan narkoba, khususnya penghentian opium. Jarang, daun keringnya tergunakan untuk membuat rebusan air atau untuk diasapi.
Penggunaan kratom sekarang terlarang di Malaysia dan Indonesia, sementara Thailand mengizinkan pertumbuhan dan konsumsi tanaman tersebut secara legal.
Meski demikian, Indonesia terlibat dalam ekspor kratom sebagai tanaman komersial ke Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya.
Di Eropa dan AS, kratom terjual bersama dengan produk cannabidiol, ganja, dan kava, yang semuanya memiliki kegunaan sebagai obat dan rekreasi. Kratom terutama terjual sebagai bedak tabur, tablet, atau kapsul di negara-negara Barat.
Biasanya, produk kratom ini mengandung sekitar 2% mitragynine. Sebagai perbandingan, kratom yang mengandung 7% dan 40% mitragynine terjual dalam bentuk resin semipadat, permen karet, atau gel lunak.
Secara tradisional, kratom telah termanfaatkan untuk tujuan anti-diare, analgesik, antipiretik, anti-diabetes, dan pelemas otot. Kratom juga telah tergunakan dalam ramuan buatan sendiri yang dikenal sebagai “4 × 100” selama dekade terakhir di kalangan dewasa muda di Thailand.
Tanaman ini juga telah tercampur dengan sirup obat batuk yang mengandung diphenhydramine atau kodein dan dipanaskan dengan minuman ringan yang mengandung kafein untuk dikonsumsi secara oral.
Beberapa efek buruk penggunaan kratom antara lain dehidrasi, penurunan berat badan, hiperpigmentasi, dan sembelit.
Kratom dosis tinggi dapat menyebabkan kelesuan dan kelelahan, serta risiko ketergantungan dan toleransi yang lebih besar. Kejadian langka kematian akibat overdosis akibat ramuan 4 × 100 juga telah terlaporkan di Thailand.
Penjelasan Farmakologi
Penelitian sebelumnya telah menyoroti bahwa mitragynine dan alkaloid indole kratom lainnya dapat berfungsi sebagai prekursor agonis opioid yang terpatenkan. Dengan demikian bisa terkembangkan menjadi obat.
Beberapa penelitian in vitro dan in vivo juga menunjukkan bahwa mitragynine adalah agonis parsial reseptor μ-opioid yang bias, bersama reseptor δ-opioid dan antagonis reseptor κ-opioid.
Beberapa penelitian terbaru juga menyoroti bahwa mitragynine dapat terubah menjadi 7-hydroxy mitragynine oleh beberapa enzim sitokrom P450 (CYP), yang dapat menjelaskan beberapa efek analgesiknya.
Mitragynine juga tertemukan mengikat reseptor α-adrenergik, yang memiliki afinitas tertinggi terhadap reseptor α1A dan afinitas terendah terhadap reseptor α2B.
Senyawa ini juga dapat berikatan dengan reseptor serotonin 5-HT 1A dan 5-HT 2B dengan afinitas rendah, sedangkan dua enansiomernya dapat berikatan dengan reseptor tersebut dengan afinitas tinggi.
Analisis Farmakokinetik
Mitragynine, yang terdiri dari 66% kratom dan merupakan bahan aktif utama tanaman ini, dapat terserap dengan cepat oleh usus kecil. Sehingga menimbulkan dampak dalam beberapa menit. Senyawa ini mempunyai waktu paruh terminal 23 jam dan konsentrasinya menurun dalam waktu sekitar empat jam.
Mitragynine umumnya terikat protein dalam serum dan termetabolisme di hati menjadi setidaknya tujuh metabolit fase I yang berbeda. Selain mitragynine, 25 alkaloid lain telah tertemukan dalam kratom dengan konsentrasi lebih rendah.
Temuan Pra-Klinis dan Klinis
Penelitian in vitro sebelumnya yang menggunakan tikus menunjukkan mitragynine sebagai senyawa alkaloid utama dalam ekstrak kratom yang dapat mengurangi aktivitas electroencephalography (EEG) di korteks parietal dan frontal.
Namun, penelitian terbaru menyoroti bahwa alkaloid kratom, bukan mitragynine saja, penting untuk efek analgesik dan pengobatan nyeri kratom.
Uji klinis kratom saat ini terbatas di banyak negara, karena bahan ini tidak terklasifikasikan sebagai obat, makanan, atau suplemen.
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), misalnya, telah melaporkan kratom dan alkaloidnya sebagai opioid. FDA telah melarang impor kratom dan memperingatkan masyarakat agar tidak mengkonsumsinya.
Beberapa survei mengenai kratom menunjukkan bahwa penggunanya paling umum adalah laki-laki, kulit putih non-Hispanik, paruh baya, penuh waktu, atau wiraswasta dengan pendapatan menengah. Banyak dari orang-orang ini menggunakan kratom untuk pengobatan gangguan mental atau nyeri kronis.
Efek Buruk Tanaman Kratom bagi Kesehatan
Kratom dalam dosis kecil jarang berdampak pada kesehatan, sedangkan dosis yang lebih besar dapat berdampak buruk pada kesehatan.
Agitasi, kejang, muntah, takikardia, atau efek obat penenang/seperti opioid terjadi selama overdosis akut. Kejang telah terlaporkan pada 9% kasus ke Pusat Racun AS dan 16-18% kasus ke Pusat Racun di Thailand.
Penggunaan kratom juga terkaitkan dengan disritmia ventrikel monomorfik atau polimorfik. Takikardia ventrikel polimorfik mungkin lantaran oleh dampak kratom pada interval QTc.
Selain itu, beberapa kematian akibat kemacetan paru akibat depresi pernafasan telah terlaporkan setelah konsumsi mitragynine konsentrasi tinggi.
Beberapa kasus kerusakan hati terkait kratom juga telah terlaporkan. Kebanyakan pasien pulih dalam waktu satu tahun, sementara kasus yang parah memerlukan pemberian asam ursodeoksikolat, N-asetilsistein, atau glukokortikoid untuk mengurangi peradangan dan memulihkan kapasitas metabolisme.
Gangguan penggunaan kratom (KUD) juga telah terlaporkan oleh pengguna berat kratom dan dapat menyebabkan gejala putus obat yang mirip dengan gejala putus obat opioid.
Sindrom Pantang Neonatal Terkait Kratom (KANAS) telah terlaporkan pada neonatus yang lahir dari ibu yang banyak menggunakan kratom selama kehamilan. Alkaloid dalam kratom juga mengganggu metabolisme beberapa obat dan pengobatan.
Saat ini, efek samping akibat penggunaan kratom tertangani dengan manajemen simtomatik dan penghentian. Nalokson terlaporkan dapat membalikkan depresi pernafasan, sementara toksisitas hati hilang setelah penghentian penggunaan kratom.
Agen antidisritmia mungkin berguna untuk mengobati disritmia. Namun, tidak ada bukti klinis yang mendukung hipotesis ini.
Manfaat Penggunaan Kratom
Kratom paling sering tergunakan untuk pengobatan nyeri kronis dan/atau akut, kecemasan, atau depresi, dan juga untuk meningkatkan energi dan fokus.
Tanaman ini juga untuk mengobati gejala putus obat dari obat resep atau ketergantungan obat-obatan terlarang. Namun studi klinis lebih lanjut perlu terlakukan untuk mengetahui manfaat kratom dan alkaloidnya.
Kesimpulan Tanaman Kratom
Kratom secara historis telah tergunakan di seluruh Asia Tenggara dan baru-baru ini mendapatkan popularitas di Eropa dan Amerika. Ini karena efek stimulan dan mirip opioidnya.
Tanaman ini memiliki farmakologi yang kompleks dan dapat menimbulkan efek berbahaya jika tergunakan secara berlebihan.
Beberapa efek buruk kratom bergantung pada dosis dan terutama terjadi pada orang dengan gangguan penggunaan narkoba. Tanaman ini memiliki kegunaan tertentu yang bermanfaat termasuk pengobatan nyeri, kecemasan, depresi, atau gejala putus obat tertentu.
Penelitian lebih lanjut terperlukan sebelum memberikan konseling kepada pasien mengenai penggunaan terapeutik kratom. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"