KONTEKS.CO.ID – Nilai Bitcoin (BTC) turun drastis dari dari USD58.350 ke level USD49.079 dalam hitungan jam pada Senin 5 Agustus 2024.
Pada Selasa 6 Agustus 2024, pukul 08. WIB Bitcoin (BTC) telah sedikit pulih dan diperdagangkan pada harga $56.030.
“Sementara sejak seminggu terakhir atau periode Selasa (30 Juli) hingga ke Selasa (6 Agustus) BTC terhitung melemah 15,30%. Turun dari USD66.150 hingga ke USD56.000,” kata Financial Expert Ajaib Kripto, Panji Yudha, berdasarkan data hari Selasa, mengutip Rabu 7 Agustus 2024.
Sementara dari sisi teknikal saat ini, BTC menguji resistance USD57.000, dengan potensi naik ke USD60.000 jika berhasil breakout. “Namun, jika mengalami penolakan di resistance $57.000, ada kemungkinan turun kembali ke support USD50.000.”
Pasar kripto secara keseluruhan telah mengalami kerugian besar dari sisi total kapitalisasi pasar anjlok 16,45% dalam seminggu terakhir. Turun dari USD2,33 triliun menjadi USD1,950 triliun.
Adapun, Ethereum (ETH) anjlok lebih dari 18% dari USD2.695 ke level terendah USD2.171 sebelum pulih sedikit ke USD2.234 pada Selasa kemarin, pukul 0800 WIB.
Faktor Penyebab Penurunan Nilai Pasar Bitcoin
Laporan pekerjaan AS yang lemah baru-baru ini telah mengirimkan gelombang kejutan ke pasar global, termasuk sektor Aset Kripto. Laporan menunjukkan lonjakan signifikan dalam tingkat pengangguran, dengan pekerjaan nonpertanian jauh di bawah ekspektasi.
Nonfarm Payrolls (NFP) di AS yang terilis pada Jumat (2 Agustus) meningkat 114.000 pada bulan Juli, menurut laporan Biro Statistik Tenaga Kerja AS. Angka ini lebih rendah dari kenaikan bulan Juni yang direvisi menjadi 179.000 dan ekspektasi pasar sebesar 175.000.
Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran naik menjadi 4,3% dari 4,1% pada bulan Juni. Serta Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja naik menjadi 62,7% dari 62,6%.
Selain itu, inflasi upah tahunan, yang terukur dari pendapatan rata-rata per jam, turun menjadi 3,6% dari 3,8% pada periode yang sama.
Panji menilai, data telah memicu kekhawatiran bahwa ekonomi AS mungkin menuju resesi, prospek yang telah membuat takut investor di berbagai kelas aset.
Penurunan BTC pada Jumat lalu menyebabkan outflow sebesar $237,45 juta pada perdagangan ETF Bitcoin Spot. Dan pada akhirnya menghasilkan net outflow sebesar USD80,69 juta pada periode 29 Juli – 2 Agustus, menutup tren positif yang berlangsung selama 4 minggu terakhir.
Selain itu, laporan pekerjaan tersebut telah memicu spekulasi tentang kebijakan Federal Reserve di masa mendatang.
Sementara beberapa orang percaya bahwa ekonomi yang melemah dapat mendorong Fed untuk memangkas suku bunga. Itu berpotensi menguntungkan aset dengan pasokan tetap seperti nilai Bitcoin dalam jangka panjang, reaksi pasar langsung adalah penghindaran risiko.
Di sisi lain, aksi Warren Buffett menjual sebagian besar saham Apple melalui Berkshire Hathaway, menambah tekanan pada pasar ekuitas global.
Indeks Saham Jepang Turun
Selain itu, kenaikan suku bunga acuan oleh Bank of Japan menyebabkan indeks saham Jepang mendekati wilayah bear market. Ketidakpastian mengenai hasil pemilihan presiden AS mendatang dan popularitas Kamala Harris, yang kurang mendukung kripto ketimbang Donald Trump, semakin menekan sentimen pasar.
Faktor lainnya yang mempengaruhi pasar kripto termasuk pergerakan aset milik Jump Crypto dan potensi penebusan koin Bitcoin dari kasus kebangkrutan Mt. Gox. Investor terus memantau perkembangan ini dengan cermat, khawatir dampaknya terhadap stabilitas pasar kripto.
Investor aset kripto tersarankan untuk tetap tenang dan menilai kembali strategi investasi mereka di tengah fluktuasi pasar.
Diversifikasi portofolio dengan aset yang lebih stabil dapat membantu mengurangi risiko, sementara pemantauan perkembangan makroekonomi dan faktor eksternal seperti kebijakan suku bunga serta keputusan investor besar sangat penting.
Pertimbangkan juga risiko dan peluang jangka panjang, karena kondisi ekonomi yang melemah dapat mempengaruhi kebijakan moneter yang mungkin menguntungkan Aset Kripto di masa depan. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"