KONTEKS.CO.ID – Teknologi terahertz atau THz menjadi pembicaraan di kalangan pengikut teknologi. Bagaimana tidak, kecepatannya mentransfer data luar biasa.
Kemampuan transfer data terahertz terinformasikan oleh peneliti Pusat Riset Elektronika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Hana Arisesa.
Ia mengatakan, THz dapat menjadi teknologi potensial yang dapat Indonesia implementasikan guna mendukung Visi Indonesia Emas 2045. Sebab topik riset terahertz terus berkembang dan penerapannya dapat manfaatkan di berbagai bidang.
“Aplikasi teknologi THz sangat beragam, termasuk dalam bidang spektroskopi, pencitraan (imaging), astronomi, deteksi, pengujian (testing). Terutama sebagai teknologi potensial untuk komunikasi nirkabel masa depan,” kata Hana saat Webinar Talk to Scientist (TTS) bertema Potensi dan Masa Depan Teknologi Terahertz (THz), melansir Kamis 8 Agustus 2024.
Lebih lanjut, Hana menyebutkan, potensi teknologi THz ini semakin terbuka lebar terutama dalam bidang telekomunikasi. Eksplorasi penggunaan teknologi THz dalam komunikasi nirkabel untuk memenuhi kebutuhan data yang semakin meningkat di masa depan sudah terteliti pada tahun 2000-an.
Teknologi ini tersebut terahertz karena beroperasi memanfaatkan pita frekuensi terahertz antara 100 GHz hingga 10.000 GHz. Ini terletak di antara pita frekuensi gelombang mikro (microwave) dan inframerah.
Oleh karena itu, THz sering disebut juga sebagai teknologi inframerah jauh (far-infrared).
“Bahkan dari eksperimen di dalam laboratorium, sukses mengirimkan data dengan kecepatan 32 Gbps. Dengan kecepatan ini, hanya perlu 0,5 detik untuk mengunduh film berdurasi 2 jam berkualitas Ultra HD 4K. Sedangkan teknologi yang ada saat ini, masih membutuhkan waktu hingga 1 jam,” bebernya.
Sejarah Teknologi Terahertz
Dalam sejarah perkembangannya sejak awal abad ke-20, teknologi THz telah tergunakan meskipun dalam beberapa bidang aplikasi saja seperti spektroskopi, dan astronomi.
Kini, dengan semakin berkembangnya teknologi, peluang pengembangan teknologi THz sangat terbuka lebar walaupun teknologi ini belum banyak tergunakan secara luas.
Menurut Hana, keberadaan THz di antara microwave dan inframerah, atau Terahertz Gap, memiliki energi foton yang lebih besar dari microwave tetapi jauh lebih kecil dari sinar-X.
Dengan karakteristik ini, THz energi ini tidak mengionisasi fitur-fitur jaringan yang terkena radiasi. Beberapa riset menunjukkan pemanfaatannya yang potensial sebagai pengganti sinar-X.
“Ini menjadi salah satu karakteristik THz dan radiasi ini mudah diserap oleh molekul air daripada microwave. Sehingga nanti dengan karakteristik ini bisa tergunakan untuk pencitraan,” terangnya.
Hana berpesan bahwa dalam riset teknologi THz terbutuhkan kolaborasi dari seluruh agen pentahelix yaitu Pemerintah, Industri, Universitas, Masyarakat, serta kolaborasi baik internasional maupun regional. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"