KONTEKS.CO.ID – Indonesia Fintech Society (IFSOC) mencatat pertumbuhan ekonomi digital di Tanah Air mencapau 22%. Pertumbuhannya mengambil peran krusial dalam pemulihan ekonomi nasional pascapandemi.
“Tahun 2022 menjadi momentum optimisme terhadap sektor ekonomi digital. Geliat ekonomi global pascapandemi telah mendorong transformasi yang fundamental di berbagai sektor ekonomi digital,” kata Ketua Steering Committee IFSOC, Rudiantara, baru-baru ini.
Prospek besar ekonomi digital disambut terbitnya berbagai regulasi yang berperan sebagai fondasi kebijakan pengembangan fintech dan ekonomi digital ke depan.
Terkait hal ini, IFSOC mencatat da tujuh hal yang perlu dicermati dalam lanskap fintech dan perkembangan ekonomi digital sepanjang 2022.
1. Perlindungan data pribadi di Indonesia
IFSOC mengapresiasi pemerintah dan DPR atas pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP). Penerbitan UU PDP diharapkan dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum dalam pemrosesan data pribadi, serta membangun kepercayaan publik pada layanan digital.
Rudiantara mengatakan, pengaturan pelaksana UU PDP yang akan disusun nantinya harus mengedepankan aspek tingkat kepatuhan bagi pihak yang memproses data pribadi.
Dia menyoroti Lembaga Penyelenggara Data Pribadi, sebagaimana yang diamanatkan UU PDP, harus mampu mengawal implementasi UU PDP dengan skema pengawasan yang mendorong kepatuhan pengendali data.
“UU PDP membawa Indonesia pada era baru tata kelola data pribadi. Penyusunan peraturan turunan UU PDP ke depan harus diarahkan untuk meningkatkan mitigasi dan kepatuhan pelindungan data pribadi dibandingkan dengan hanya berfokus pada pemberian sanksi,” kata mantan Menkominfo itu.
2. QRIS Antarnegara Jembatani UMKM dengan Turis Asing
Bank Indonesia terus melakukan perluasan inovasi QRIS yang merupakan bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025, salah satunya melalui implementasi QRIS Antarnegara. Inisiatif ini sudah diimplementasikan bersama Thailand, dan akan diperluas dengan beberapa negara lainnya di ASEAN.
Selain itu, inisiatif ini menggunakan skema Local Currency Settlement (LCS) dimana transaksi antarnegara tidak lagi bergantung terhadap kurs US dollar.
Inisiatif QRIS Antarnegara berpotensi mendorong sektor pariwisata dari aspek sistem pembayaran, dengan menghubungkan UMKM dan ekonomi kreatif dengan sekitar 6,2 juta (BPS) wisata mancanegara ASEAN yang datang ke Indonesia.
namun hal tersebut harus perlu didukung dengan edukasi dan sosialisasi yang masif baik untuk turis asing, maupun merchant QRIS di Indonesia.
“Diharapkan inisiatif ini dapat terintegrasi dengan program K/L lain terkait pariwisata sehingga QRIS bisa menjadi kanal pembayaran digital turis wisata mancanegara secara end-to-end, mulai dari transportasi, hotel, hingga kuliner.” ujar Steering Committee IFSOC, Dyah NK Makhijani.
3. Peluang Kolaborasi Lebih Luas Bank dan Fintech
Kolaborasi penyaluran dana perbankan melalui fintech lending terus meningkat dan mendominasi selama tahun 2022. Hal ini dibuktikan dengan proporsi outstanding pinjaman fintech lending kategori lender perbankan dalam negeri mencapai kontribusi tertinggi 46% pada bulan Oktober 2022.
Menurut Dyah, kolaborasi tersebut sejalan dengan upaya Bank dalam memenuhi kewajiban penyaluran modal untuk UMKM paling sedikit 20% pada 2022 dan secara bertahap meningkat menjadi 25% di tahun depan.
Selanjutnya, Dalam upaya mendorong perkembangan sektor keuangan digital, selama tahun 2022, telah diterbitkan dua peraturan UU PPSK dan POJK 22/2022 yang diharapkan dapat mempermudah inovasi melalui pemanfaatan teknologi dan kolaborasi dengan penyertaan modal Bank terhadap Fintech.
5. Upaya Kolaboratif Dongkrak Trust P2P Lending
Penyaluran P2P lending terus bertumbuh hingga Rp18,7 triliun pada Oktober 2022. Di sisi lain, penurunan signifikan pinjol ilegal yang ditutup mengindikasikan semakin kuatnya upaya pencegahan aktivitas pinjol ilegal di Indonesia.
Ekonomi senior sekaligus Steering Committee IFSOC, Hendri Saparini, mengapresiasi upaya kolaboratif pemangku kepentingan terkait dalam meningkatkan kredibilitas P2P lending. Menyoroti terkait peningkatan kredit tidak lancar dan kredit macet, dia menekankan perlunya penguatan manajemen risiko untuk menjaga kualitas pinjaman.
5. Industri Startup Indonesia Masuk Babak Baru
Meskipun nilai pendanaan startup fintech di Indonesia meningkat 8,4% pada 2022, jumlah deals menurun 28%. Kondisi inflasi dan ekonomi global mendorong investor menjadi lebih selektif dalam mendanai startup, dengan fokus pada profitabilitas dibandingkan growth.
Kondisi ini, menyebabkan startup kerap kali melakukan efisiensi dan optimisasi biaya dalam mempersiapkan cash flow untuk memperpanjang runaway. Namun, menurut Hendri, kondisi ini tidak bisa sepenuhnya dipandang negatif.
Hal ini dikarenakan fenomena ini merupakan siklus yang berdampak transformatif pada ekosistem startup di Indonesia. “Tahun ini ekosistem startup fintech mengalami transformasi yang mendorong penyesuaian terhadap model bisnis yang commercially viable. Perubahan ini mendorong iklim persaingan perusahaan fintech startup menjadi lebih sehat dan inovatif,” ujar Hendri.
6. Edukasi dan Penindakan Tegas
Praktik investasi ilegal masih menjadi tantangan serius dalam pengembangan sektor keuangan digital di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) sepanjang tahun 2022, total kerugian akibat praktik investasi ilegal mencapai Rp109 triliun, atau naik 44 kali dari total tahun sebelumnya.
Steering Committee IFSOC, Tirta Segara, menilai, di sektor keuangan nasional, terdapat ruang rentan sebagai akibat masih lebarnya jurang inklusi dan literasi keuangan di Indonesia.
Menurutnya, seiring mendorong peningkatan literasi keuangan masyarakat melalui edukasi yang masif, perlindungan konsumen dan penindakan tegas sebagai upaya mitigasi juga sangat dibutuhkan untuk menutup kemungkinan kerugian yang lebih besar.
7. UU PPSK Payung Hukum Fintech
IFSOC berpandangan penerbitan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) telah menjawab permasalahan relevansi regulasi di sektor keuangan sebagai dampak perkembangan teknologi. IFSOC mengapresiasi penerbitan UU PPSK yang telah menyediakan payung hukum yang mengedepankan pendekatan principle-based, adaptif dan integratif, serta memberikan jaminan independensi otoritas-otoritas di sektor keuangan.
Khususnya terkait aset kripto, UU PPSK telah memberikan pengaturan yang fundamental dengan penguatan kerangka pengawasan dan perlindungan konsumen.
“UU PPSK telah memberikan kepastian hukum pada pengembangan fintech ke depan, dengan diakuinya klaster fintech sebagai salah satu pilar dalam sektor keuangan di Indonesia,” tutup Tirta. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"