KONTEKS.CO.ID – Di luar kontroversi ramalan cuaca antara BRIN vs BMKG, kedua lembaga itu bergotong royong merekayasa cuaca guna mengantisipasi bencana hidrometeorologi.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama BNPB, BMKG, dan TNI AU mendapar tugas melakukan Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) guna mengantisipasi cuaca ekstrem pada tiga wilayah di Jawa Barat (Jabar).
Rekayasa ini perlu dilakukan demi mengurangi intensitas curah hujan selama periode Natal dan tahun baru (Nataru).
Koordinator Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca BRIN, Budi Harsoyo, mengungkapkan, Operasi TMC difokuskan pada tiga titik rawan banjir jalur transportasi darat di area Pantura. Yaitu, di Jembatan Cipunegara, km 136, dan km 151 ruas Tol Cipali.
“BMKG memprediksi selama sepekan sejak periode Natal hingga awal Tahun Baru 2023, sejumlah wilayah Indonesia, khususnya Pulau Jawa, berpotensi mengalami hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat. Atas dasar hal tersebut, BNPB melalui surat resminya pada 23 Desember 2022, meminta BRIN melaksanakan operasi TMC di wilayah Jawa Barat,” ungkap Budi, saat ditemui di Posko TMC, Lanud Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Kamis, 29 Desember 2022.
Budi menerangkan, dalam pelaksanaan operasi ini juga memerhatikan informasi kejadian bencana yang dirilis oleh BNPB, seperti banjir atau longsor.
“Di titik-titik yang terjadi banjir atau longsor kita akan coba hindari penyemaian garam (NaCl) di daerah itu, paling aman adalah menyemai di wilayah perairan laut, sehingga hujan dapat diturunkan di laut,” katanya dilansir dari laman resmi BRIN.
Dalam pelaksanaan operasi TMC, lanjut dia, tim juga mencoba mendistribusikan curah hujannya. “Artinya, tidak mungkin meniadakan hujan sama sekali kalau potensi ancamannya sudah sedemikian tinggi. Tapi kami akan mencoba mengupayakan meredistribusi curah hujannya, baik secara spasial, maupun temporal,” jelasnya.
Menurut dia, tidak menutup kemungkinan setelah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, operasi TMC dapat diperluas ke beberapa provinsi.
Dalam Operasi TMC yang melibatkan BRIN, BNPB, BMKG, dan TNI AU ini, pihaknya mengerahkan 15 personil peneliti dan perekayasa.
“Setiap hari, Tim Operasi TMC merencanakan enam kali sorti penerbangan penyemaian awan, namun aktualnya menyesuaikan dengan seberapa tinggi potensi hujannya,” tambahnya.
Waktu terbang hanya sejak pagi sampai dengan batas sunset, sekitar pukul 17.15 WIB. Hal ini mengingat penerbangan modifikasi cuaca merupakan penerbangan berisiko tinggi.
Ditemui di landasan udara sebelum keberangkatan pesawat sorti ke-2, Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Indan Gilang, mengatakan, Operasi TMC direncanakan berlangsung selama periode 25 Desember 2022 sampai 3 Januari 2023.
Operasi didukung oleh 2 unit armada Pesawat Cassa 212-200 dari Skadron Udara 4 Lanud Abdulrahman Saleh Malang.
Kru yang dilibatkan berjumlah 22 orang. Sampai dengan hari ini, sebut Indan, garam yang disemai kurang lebih 8,8 ton, dengan jumlah jam terbang 20 jam dalam 12 sorti. Setiap sorti penerbangan, pesawat Cassa membawa 800 kg garam.
“Rata-rata pergerakan angin saat ini dari barat ke utara, pertumbuhan awan kita percepat dengan penyemaian, sehingga pertumbuhannya di wilayah laut, di Selat Sunda, kemudian diturunkan (hujannya) di sana, sehingga tidak sempat masuk ke daratan. Kemudian dari selatan juga kita menurunkan di wilayah Jawa Barat bagian selatan,” jelasnya. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"