KONTEKS.CO.ID – Doxing tengah dilakukan warganet di tengah viralnya video rekaman mobil Fortuner hitam menabrak Honda Brio di kawasan Senopati, Jakarta Selatan.
Doxing adalah perbuatan membuka data diri seseorang dan membagikannya di ruang publik tanpa persetujuan di pemilik data.
Nah pada kasus arogansi sopir atau pemilik Toyota Fortuner di Jalan Senopati, banyak akun Twitter yang melakukan doxing terhadap pemilik mobil penabrak.
Padahal, meskipun berniat sebagai dukungan terhadap korban, itu adalah perbuatan melanggar hukum.
Data yang diumbar warganet di antaranya, spesifikasi mesin, keterlambatan pembayaran pajak, nilai jual mobil, dan lainnya. Meskipun belum diketahui sejauh mana kebenaran dari data-data pemilik Fortuner tersebut.
Apa itu Doxing?
Berdasarkan unggahan website konsultasi hukum, Hukum Online, istilah doxing atau doxxing ialah akronim dari dropping documents.
Pada awalnya doxing digunakan untuk menggambarkan tindakan peretas dalam hal pengumpulan informasi pribadi seseorang.
Hal tersebut sebagaimana definisi yang dimuat dalam Cambridge Dictionary yang mengartikan dox adalah tindakan menemukan atau menerbitkan informasi pribadi seseorang di internet tanpa izin mereka, terutama dengan cara yang mengungkapkan nama, alamat, dan lain-lain.
Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi
UU PDP secara garis besar memuat 4 pelanggaran hukum di ranah dunia maya yang bisa dijerat sanksi pidana. Salah satunya, mengungkap data pribadi milik orang lain tanpa izin (doxing).
“Doxing? Tidak boleh,” ungkap Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, pada suatu kesempatan.
Contoh tindakan ini ialah menyebarkan data pribadi orang lain. Yang sering ditemui di medsos adalah unggahan KTP atau alamat tanpa izin pemilik.
Merujuk UU PDP, mengunggah data pribadi orang lain tanpa izin bisa dijerat pidana maksimal penjara empat tahun. Bahkan pelaku bisa didenda hingga Rp4 miliar. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"