KONTEKS.CO.ID – ChatGPT tak lagi memengaruhi ruang kelas. Mesin pencarian bertenaga AI itu memasuki ruang pengadilan. Kini hakim gunakan ChatGPT.
Pakar hukum di India mengatakan, chatbot AI bisa menjadi masa depan ruang sidang. Meskipun reputasi ChatGPT yang bias dan diskriminatif, tetap saja hakim gunakan ChatGPT.
Dilaporkan situs Vice, seorang pria yang dituduh melakukan penyerangan dan pembunuhan diseret ke meja hijau di Kota Chandigarh, India, pekan ini. Menariknya, hakim membuka ChatGPT saat sidang berjalan.
Lalu sang hakim menanyakan ke aplikasi yang dijalankan oleh AI itu apakah terdakwa harus dibebaskan dengan jaminan.
Penggunaan teknologi AI oleh hakim adalah hal bersejarah di India -yang memiliki salah satu sistem hukum tertua dan paling terbebani di dunia.
Dilaporkan, Anoop Chitkara, hakim di Pengadilan Tinggi Punjab dan Haryana, membuka chatbot pada hari Senin kemarin. Di sisi lain, Jaswinder Singh yang ditangkap pada 2020 karena diduga menyerang dan membunuh seseorang, meminta pembebasan dari penjara selama persidangan.
“Apa yurisprudensi dengan jaminan ketika penyerang menyerang dengan kekejaman?” Chitkara diketik ke dalam GPT-4.
Chatbot menjawab, “Jika penyerang telah didakwa dengan kejahatan kekerasan yang melibatkan kekejaman, mereka dapat dianggap sebagai bahaya bagi masyarakat dan berisiko melarikan diri. Dalam kasus seperti itu, hakim mungkin cenderung tidak memberikan jaminan atau mungkin menetapkan jumlah jaminan yang sangat tinggi untuk memastikan bahwa terdakwa hadir di pengadilan dan tidak menimbulkan risiko bagi keselamatan publik.”
Chatbot menambahkan bahwa praduga tidak bersalah juga merupakan prinsip dasar sistem peradilan dan jaminan sering diberikan jika hakim yakin terdakwa tidak menimbulkan risiko.
Chitkara akhirnya memutuskan bahwa Singh bertindak kejam sebelum korban meninggal. Sehingga hakim menolak permintaan jaminannya dan melanjutkan ke kasus berikutnya.
Pengadilan di India terkenal dengan tumpukan kasus. Satu studi menunjukkan bahwa selama dua tahun terakhir, ada 23 kasus baru yang diajukan ke pengadilan India setiap menitnya.
Menurut National Judicial Data Grid saat ini ada hampir 6 juta kasus yang tertunda di pengadilan tinggi seantero Tanah Hindustan.
Beberapa ahli hukum mengatakan ChatGPT bisa menjadi masa depan ruang sidang, meskipun chatbot AI memiliki reputasi bias dan diskriminatif.
Bulan lalu, Kolombia membuat sejarah ketika seorang hakim menggunakan alat AI untuk memutuskan apakah anak di bawah umur autis harus menerima perlindungan untuk perawatan medis.
Presiden Israel Isaac Herzog juga telah menggunakan ChatGPT untuk pidatonya, seperti yang dilakukan anggota Kongres AS Jake Auchincloss awal tahun ini.
Chitkara, hakim di Chandigarh, juga kemudian mengklarifikasi bahwa dia tidak menggunakan ChatGPT untuk memutuskan apakah terdakwa bersalah atas pembunuhan, dia hanya menggunakannya untuk memutuskan jaminannya.
“Referensi apa pun ke ChatGPT dan pengamatan apa pun yang dibuat di sini bukan merupakan ekspresi pendapat tentang kasus ini, dan pengadilan juga tidak akan mengiklankan komentar ini,” katanya kepada pengadilan.
“Referensi ini hanya dimaksudkan untuk menyajikan gambaran yang lebih luas tentang yurisprudensi jaminan, di mana kekejaman menjadi faktornya,” pungkasnya. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"