KONTEKS.CO.ID – Raja Salman undang Raisi dimuat di artikel ini. Presiden Iran dikabarkan telah menerima undangan resmi untuk mengunjungi Arab Saudi menyusul kesepakatan rekonsiliasi.
Raja Salman undang Raisi disambut baik Teheran. Presiden Iran, Ebrahim Raisi, pun dengan senang hati menerima undangan dari pemimpin Arab Saudi tersebut.
“Dalam sepucuk surat kepada Presiden Raisi … Raja Arab Saudi menyambut baik kesepakatan antara kedua negara bersaudara (dan) mengundangnya ke Riyadh,” tweet Mohammad Jamshidi, Wakil Kepala Staf Presiden Iran untuk Urusan Politik, dikutip Al Jazeera, Selasa, 4 April 2023.
Dia menambahkan, Presiden Raisi sangat menyambut baik undangan tersebut.
Seperti diketahui dua negara teluk yang dikenal sebagai musuh bebuyutan satu sama lain tersebut telah mengumumkan kesepakatan damai yang ditengai China pada 10 Maret lalu. Kesepakatan itu untuk memulihkan hubungan tujuh tahun keduanya setelah terputus.
Riyadh memutuskan hubungan setelah pengunjuk rasa Iran menyerang misi diplomatik Saudi pada 2016 menyusul eksekusi ulama Syiah Nimr al-Nimr oleh Saudi -hanya satu dari serangkaian titik nyala antara dua rival lama di kawasan itu.
Kesepakatan itu diperkirakan akan membuat Iran yang mayoritas Syiah dan sebagian besar Muslim Sunni Arab Saudi membuka kembali kedutaan dan misi mereka dalam waktu dua bulan. Kemudian keduanya menerapkan kesepakatan kerja sama keamanan dan ekonomi yang ditandatangani lebih dari 20 tahun lalu.
Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian, mengatakan, kepada wartawan, bahwa kedua negara telah sepakat untuk mengadakan pertemuan antara diplomat tinggi mereka.
Dia menambahkan, tiga lokasi pembicaraan telah diusulkan, tanpa menyebutkan di mana dan kapan.
Ali Hashem dari Al Jazeera, melaporkan dari Teheran, bahwa Amir-Abdollahian menekankan kedua negara bertukar tim teknis untuk memeriksa kedutaan besar di Teheran dan Riyadh. Lalu melihat apakah mereka siap untuk kedua misi ditempatkan di sana.
Kesenjangan antara Arab Saudi, pengekspor minyak terbesar dunia, dan Iran, yang sangat berselisih dengan pemerintah Barat atas kegiatan nuklirnya, berpotensi membentuk kembali hubungan di seluruh wilayah yang ditandai dengan pergolakan selama beberapa dekade.
Iran dan Arab Saudi mendukung pihak-pihak yang bersaing di beberapa zona konflik –termasuk Yaman, di mana pemberontak Houthi bersekutu dengan Teheran. Sedangkan koalisi militer yang mendukung pemerintah dipimpin oleh Riyadh.
Kedua belah pihak juga bersaing untuk mendapatkan pengaruh di Suriah, Lebanon, dan Irak.
Sejumlah negara Teluk mengikuti tindakan Riyadh pada tahun 2016 dan mengurangi hubungan dengan Teheran, meskipun Uni Emirat Arab dan Kuwait baru-baru ini memulihkan hubungan.
Amir-Abdollahian mengatakan, Iran juga berharap langkah-langkah akan dilakukan untuk menormalkan hubungannya dengan Bahrain, sekutu dekat Saudi yang mengikuti Riyadh dalam memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran pada 2016.
Di masa lalu, Bahrain menuduh Iran telah melatih dan mendukung pemberontakan yang dipimpin Syiah di kerajaan yang dikuasai Sunni untuk menggulingkan Pemerintah Manama. Namun Teheran menyangkal hal ini.
“Kesepakatan telah dicapai dua bulan lalu bagi delegasi teknis Iran dan Bahrain untuk mengunjungi kedutaan kedua negara. Kami berharap beberapa hambatan antara Iran dan Bahrain akan dihilangkan dan kami akan mengambil langkah dasar untuk membuka kembali kedutaan,” kata Amir-Abdollahian.
Tidak ada komentar langsung dari Manama. Bahrain, bersama dengan negara-negara Teluk Arab lainnya, menyambut baik kesepakatan antara Riyadh dan Teheran untuk memulihkan hubungan.
Pada bulan September, Iran menyambut duta besar Emirat setelah enam tahun absen, dan sebulan sebelumnya mengatakan Kuwait telah mengirim duta besar pertamanya ke Teheran sejak 2016. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"