KONTEKS.CO.ID – Raja Belanda minta maaf atas perbudakan di masa penjajahan. Untuk komentar selengkapnya dapat disimak di dalam artikel ini.
Raja Belanda secara resmi meminta maaf atas peran negaranya dalam perbudakan, dalam hal ini perdagangan budak, dengan mengatakan dia merasa “secara pribadi dan intens” terpengaruh.
Seperti diketahui, Belanda menjadi salah satu kekuatan kolonial besar setelah abad ke-17, menguasai wilayah di seluruh dunia.
Di masa penjajahan kolonial, pedagang budak Belanda memperdagangkan lebih dari 600 ribu orang.
Raja Willem-Alexander pada Sabtu, 30 Juni 2023, menyebut praktik perdagangan budak di masa penjajahan kolonial sebagai “horor”.
Keluarga kerajaan tidak melakukan apa pun untuk menghentikannya, katanya.
Raja Willem-Alexander berbicara di sebuah acara yang menandai peringatan 160 tahun penghapusan perbudakan di negara itu.
Tidak jelas sebelum acara tersebut apakah Raja akan meminta maaf atas peran Keluarga Kerajaan dalam praktik tersebut.
Pada Juni 2023, sebuah studi baru mengungkapkan bahwa penguasa Belanda menerima setara dengan 545 juta euro dalam kurs uang hari ini (sekitar Rp8,95 triliun) antara tahun 1675 dan 1770 dari koloni tempat perbudakan diberlakukan.
Selama pidatonya di Amsterdam, Raja Willem-Alexander mengakui bahwa “raja dan penguasa House of Orange tidak mengambil langkah apapun melawan (perbudakan)”.
“Hari ini saya berdiri di sini di depan Anda sebagai Raja Anda dan sebagai bagian dari pemerintah. Hari ini saya meminta maaf pada diri saya sendiri,” beber Raja Willem-Alexander seperti dilaporkan De Telegraaf.
“Hari ini, saya meminta maaf atas kurangnya tindakan yang sangat jelas,” imbuhnya.
Didampingi oleh istrinya Ratu Maxima, Raja mengakui bahwa dia tidak dapat berbicara untuk seluruh bangsa, tetapi dia mengatakan kepada orang banyak bahwa “sebagian besar” warga Belanda “mendukung perjuangan untuk kesetaraan bagi semua orang, terlepas dari warna kulit atau budaya, dan latar belakang”.
“Setelah pengakuan dan permintaan maaf, kita dapat bekerja sama dalam penyembuhan, rekonsiliasi, dan pemulihan,” kata Raja Willem-Alexander lagi.
Pidatonya mendapat sorakan dari orang banyak di Festival Keti Koti yang mana merupakan peringatan tahunan penghapusan perbudakan di negara itu.
Mengatakan maaf atas perbudakan membuat Belanda terbagi
Selama abad ke-17 Belanda menaklukkan sebagian besar wilayah di wilayah yang sekarang menjadi Indonesia, Afrika Selatan, Curacao, dan Papua Barat, dan menjadi pemain kunci dalam perdagangan budak transatlantik.
Ribuan orang diperdagangkan dari Afrika ke koloni Belanda di Karibia dan Amerika Selatan – berjumlah sekitar 5 persen dari seluruh perdagangan budak transatlantik – sebelum praktik tersebut dilarang pada 1863.
Namun di negara Suriname hal itu berlanjut selama masa transisi wajib 10 tahun, menyebabkan kesedihan dan rasa sakit yang tak terkira.
Belanda menghasilkan kekayaan besar dari perdagangan budak, dan di provinsi barat Belanda saja sebuah studi Dewan Riset Belanda menemukan bahwa 40 persen pertumbuhan ekonomi antara tahun 1738 dan 1780 dapat dikaitkan dengan perdagangan budak.
Tahun lalu, Perdana Menteri Mark Rutte juga meminta maaf atas peran sejarah negara itu dalam perdagangan budak, dengan mengatakan dalam pidatonya di Den Haag bahwa hal itu harus diakui dalam “istilah yang paling jelas” sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan”.
Dan beberapa kota di Belanda, termasuk Amsterdam dan Rotterdam, telah meminta maaf atas peran mereka dalam perdagangan tersebut.
Tetapi negara ini telah mengambil waktu untuk mengatasi masa lalu kolonialnya, dan baru pada 2006 sejarah perbudakan Belanda ditambahkan ke dalam kurikulum sekolah.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"