KONTEKS.CO.ID – Krisis energi yang sedang berlangsung di Eropa akan berlangsung lama dan akan meluas hingga 2023 dan 2024, bahkan bisa lebih. Demikian diungkapkan menteri luar negeri Hongaria Peter Szijjarto usai pertemuan para menteri energi Uni Eropa.
“Kita sekarang melihat krisis energi global pertama dalam sejarah, dan ini bersifat jangka panjang,” kata Szijjarto. Dijelakannya lagi, bahwa krisis tersebut didorong oleh “alasan geopolitik struktural yang terkait dengan keamanan,” yang membutuhkan “solusi jangka panjang. ”
Diplomat itu mencatat bahwa “lembaga-lembaga internasional yang masih mempertahankan sedikit akal sehat” juga memperingatkan bahwa ini adalah krisis jangka panjang dan masalah yang akan ada “bukan hanya musim dingin ini, tetapi juga musim dingin berikutnya dan setelah itu juga.” Sebagaimana dilaporkan RT.
Szijjarto juga menyebutkan bahwa pasokan energi Hungaria sendiri telah diamankan, setelah negara tersebut mencapai kesepakatan dengan Rusia dan telah menerima gas melalui pipa TurkStream tanpa gangguan.
“Itulah sebabnya pemerintah Hungaria memberikan perhatian khusus untuk memastikan kelayakan pipa ini, karena ini adalah kepentingan mendasar dari keamanan nasional kami,” katanya. Ia lebih lanjut mengatakan fasilitas penyimpanan gas Hungaria diisi pada 48,2% berdasarkan hitungan konsumsi tahunan. Sedangkan tingkat pengisian rata-rata untuk Eropa saat ini adalah 26,9%.
Hungaria menerima sekitar 80% gasnya dari raksasa gas Rusia Gazprom. Sementara Rusia telah memotong pasokan gas ke sejumlah negara, Hongaria menandatangani kesepakatan dengan Moskow pada akhir Agustus untuk pengiriman tambahan di atas volume yang sudah disepakati.
Presiden Hungaria Viktor Orban sebelumnya menuduh kepemimpinan Uni Eropa memicu krisis energi yang sedang berlangsung dengan memperkenalkan sanksi “kontraproduktif” pada energi Rusia atas kampanye operasi khusus Moskow di Ukraina. Budapest telah berulang kali mengkritik bahwa “kebijakan Brussel yang gagal” untuk diubah, dan menekankan bahwa sanksi “tidak memenuhi harapan yang disematkan pada mereka,” sementara Eropa “perlahan berdarah.”
Presiden Vladimir Putin menganggap upaya blok itu seperti usaha bunuh diri dengan memutuskan diri dari bahan bakar fosil Rusia. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"