KONTEKS.CO.ID – Warga Gaza tolak Otoritas Palestina (PA). Di tengah serangan Israel, masyarakat Gaza masih tidak menginginkan kehadiran PA di bawah kepemimpinan Mahmoud Abbas.
Di jalan-jalan di Jalur Gaza yang terkepung, tampaknya tidak ada keinginan untuk membentuk pemerintahan Otoritas Palestina. Meskipun Abbas menyatakan bahwa pemerintahannya mungkin terbuka untuk kembali ke Gaza.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, kemarin mengatakan, Israel akan mengatur keamanan Jalur Gaza untuk “jangka waktu yang tidak terbatas” setelah perang yang sedang berlangsung.
Komentarnya muncul di tengah perdebatan yang berkembang mengenai seperti apa jalur yang terkepung setelah perang.
Israel dan sekutu terbesarnya, Amerika Serikat, bersikeras bahwa Hamas –yang saat ini berkuasa di Gaza– tidak boleh terus menerus menguasai wilayah tersebut. Ini menyusul serangannya terhadap Israel selatan pada tanggal 7 Oktober yang menewaskan sekitar 1.400 orang.
Namun, Mahmoud Abbas, Presiden Otoritas Palestina, menyerukan gencatan senjata di Jalur Gaza. Ia juga mengindikasikan bahwa Otoritas Palestina akan bersedia kembali ke daerah kantong yang terkepung itu sebagai bagian dari penyelesaian politik di masa depan.
“Kami akan sepenuhnya memikul tanggung jawab kami dalam kerangka solusi politik komprehensif yang mencakup seluruh Tepi Barat (yang diduduki). Termasuk Yerusalem Timur dan Jalur Gaza,” kata Abbas mengutip Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, melansir kantor berita Palestina, WAFA.
Saat itu, Blinken mengunjungi Ramallah, pusat Otoritas Palestina di Tepi Barat yang diduduki.
Jadi bagaimana masyarakat Gaza memandang prospek Otoritas Palestina mengambil alih kekuasaan di Jalur Gaza?
Warga Gaza Tolak Otoritas Palestina Gantikan Hamas
Sekadar informasi, Gaza terkepung 17 tahun setelah Hamas memenangkan pemilihan legislatif. Kemudian terjadi pertempuran militer melawan Fatah, cabang politik Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang diketuai oleh Abbas.
Tampaknya, warga Gaza menolak kehadiran Otoritas Palestina di wilayah kekuasaan Hamas. Ini tergambar dari pendapat yang tersampaikan oleh sejumlah warga setempat.
“Saya rasa pengambilalihan Gaza oleh Otoritas Palestina bukanlah solusi yang akan diterima atau didukung oleh masyarakat. Saya menolaknya karena saya bisa melihat apa yang terjadi di Tepi Barat, yang berada di bawah kendali PA (Otoritas Palestina),” kata Muhammad, 25, melansir Aljazeera, Selasa 7 November 2023.
Ia mengungkapkan, selalu ada penggerebekan di banyak kota dan orang-orang selalu tertangkap di daerah yang dianggap berada di bawah kekuasaan Otoritas Palestina.
“Mereka tidak mengubah apa pun di lapangan. Inilah sebabnya mengapa pemerintahannya tidak akan menguntungkan Gaza dengan cara apapun. Saya mendukung pemerintahan persatuan nasional (Hamas, Fatah, dan faksi Palestina lainnya),” cetusnya.
Sementara, Kamal, 53, menilai Otoritas Palestina tidak akan melindungi Gaza. Sebab mereka berulang kali berpartisipasi dalam pengepungan dan menindas rakyat Gaza.
“Semua karena perselisihan mereka dengan Hamas. Kami tidak percaya hal ini bisa adil di Gaza,” tandasnya.
“Presiden (Abbas) selalu memberikan pidato-pidato yang membicarakan tentang Gaza dan tanggung jawab terhadapnya. Namun dia tidak melakukan apa yang dia katakan,” kritik Kamal.
“Buktinya adalah pengepungan dan ledakan yang terjadi di Gaza. Jika Otoritas Palestina baik bagi Tepi Barat, maka hal itu mungkin juga baik bagi Gaza,” tambahnya.
Namun, lanjut dia, mereka dapat melihat bahwa kembalinya PA adalah hal yang mustahil. Hal ini hanya dapat terjadi jika terjadi pemerintahan persatuan nasional yang terpilih oleh rakyat.
“Tepi Barat sudah cukup menjadi contoh bagaimana kehidupan warga Palestina lainnya di bawah kekuasaan Otoritas Palestina. Pendudukan Israel mempunyai tangan besi yang menyerang hak-hak paling sederhana rakyat Palestina di wilayah pendudukan,” timpal Somalia, 29. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"