KONTEKS.CO.ID – Jerman harus membeli energi Rusia dari negara lain untuk menyelamatkan perekonomian negara. Demikian disampaikan ketua bersama partai oposisi sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD), Tino Chrupalla.
“Jika Jerman menolak untuk membeli gas Rusia, sangat jelas bahwa Rusia akan mencari mitra lain seperti Turki atau China. Dan lagi pula kami harus membeli gas dari negara-negara ini, tetapi tetap saja Rusia. Kami tidak akan pernah mampu mendapatkan gas seperti milik Rusia,” kata Chrupalla, seperti diberitakan Sputnik News.
Ia mengatakan bahwa kemitraan Eropa menjadi tegang karena kebijakan Jerman, dan bahwa negara-negara seperti Arab Saudi, Kanada atau Norwegia, dengan siapa Jerman berencana untuk menandatangani kontrak gas, membutuhkan pasokan energi sendiri.
“Masih belum jelas kepada siapa kami akan menjual gas, karena kami mengimpornya. 95 persen cadangan gas yang kami miliki sekarang [di fasilitas penyimpanan gas] bukan milik kami. Mereka milik perusahaan yang dapat menjualnya dengan harga yang lebih baik,” tambah Chrupalla.
Pada hari Rabu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa dia telah mencapai kesepakatan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin yang akan menjadikan Turki sebagai pusat transit gas Rusia menuju Eropa. Ditambahkannya Uni Eropa (UE) dapat membeli gas Rusia melalui Turki.
Aksi Teror Nord Stream 2
Pada saat yang sama, Chrupalla mencatat bahwa Berlin mengabaikan seruan untuk melibatkan Rusia dalam penyelidikan insiden di jalur pipa Nord Stream.
“Swedia dan Denmark sedang menyelidiki serangan terhadap jaringan pipa Nord Stream. Jerman saat ini tidak terlibat dalam penyelidikan. Dan bahkan jika Swedia memiliki informasi tentang apa yang terjadi, mereka tidak akan memberiaknnya. Tentu saja, ini bukan jenis transparansi yang kami inginkan. Bagaimanapun Rusia harus terlibat dalam penyelidikan insiden itu, serta pihak independen. Ini yang kami tuntut, tetapi pemerintah Jerman tidak merespons,” katanya. Menurutnya, “keheningan keras pemerintah Jerman berbicara untuk dirinya sendiri.”
Pada akhir September, ledakan kuat dan kemudian, kebocoran bahan bakar terdaftar di jaringan pipa Nord Stream di Laut Baltik. Sistem ini memainkan peran kunci dalam transit gas Rusia ke Eropa.
Pihak berwenang Swedia dan Denmark menduga bahwa insiden itu adalah hasil sabotase, tetapi mereka telah melarang Rusia untuk bergabung dalam penyelidikan.
Kantor Kejaksaan Agung Rusia sedang menyelidiki insiden pipa sebagai tindakan terorisme internasional. Presiden Vladimir Putin menekankan bahwa itu adalah serangan yang disengaja terhadap sistem energi Eropa, mengisyaratkan bahwa London dan Washington yang harus disalahkan atas ledakan tersebut. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"