KONTEKS.CO.ID – Arab Saudi membuka toko minuman keras pertamanya setelah lebih dari 70 tahun.
Toko minuman keras di Riyadh itu hanya untuk diplomat non-Muslim.
Seorang diplomat pada Rabu, 24 Januari 2024 itu mengatakan, pembukaan toko minuman keras ini seiring dengan semakin liberalnya negara tersebut.
“Toko tersebut terletak di sebelah supermarket di Kawasan Diplomatik Riyadh,” kata diplomat.
Dia mengaku berjalan melewati toko tersebut pada hari Rabu. Dia menggambarkannya mirip dengan toko bebas bea kelas atas di bandara internasional utama.
“Toko tersebut saat ini hanya menyediakan minuman keras, anggur, dan hanya dua jenis bir,” katanya.
Para pekerja di toko tersebut meminta identitas diplomatik pelanggan. Tak hanya itu, mereka juga meminta pelanggan untuk meletakkan ponsel di dalam kantong saat berada di dalam.
“Sebuah aplikasi ponsel memungkinkan pembelian dengan sistem penjatahan,” kata diplomat itu.
Melansir ABCNews, ini merupakan langkah liberalisasi sosial lebih lanjut di kerajaan yang tadinya ultrakonservatif dan merupakan rumah bagi situs-situs paling suci dalam Islam.
Toko minuman keras ini hadir seiring dengan keinginan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman yang tegas untuk menjadikan kerajaan tersebut sebagai tujuan wisata dan bisnis.
Dia ingin perlahan-lahan mengalihkan perekonomiannya dari minyak mentah menjadi pariwisata.
Di bawah pemerintahan Pangeran Mohammed dan ayahnya, Raja Salman, kerajaan juga telah membuka bioskop, mengizinkan perempuan mengemudi dan menjadi tuan rumah festival musik besar.
Namun pidato politik dan perbedaan pendapat masih tetap dikriminalisasi, dan berpotensi mendapat hukuman mati.
Minuman Keras di Arab Saudi
Minum alkohol haram dan terlarang dalam Islam. Arab Saudi tetap menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang melarang alkohol.
Negara lain yang menganut hal itu di antaranyaKuwait dan Sharjah di Uni Emirat Arab.
Arab Saudi telah melarang alkohol sejak awal tahun 1950an.
Raja Abdulaziz saat itu, raja pendiri Arab Saudi, menghentikan penjualannya menyusul insiden tahun 1951.
Saat itu, salah satu putranya, Pangeran Mishari, mabuk dan menggunakan senapan untuk membunuh wakil konsul Inggris Cyril Ousman di Jeddah.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"