KONTEKS.CO.ID – Sebanyak 52 orang tewas dalam bentrokan antarsuku di wilayah Abyei, Sudan Selatan. Di antara korban tewas dalam bentrokan antarsuku tersebut termasuk seorang pasukan penjaga perdamaian PBB.
Ini merupakan wilayah kaya minyak yang menjadi sengketa antara Sudan dan Sudan Selatan.
Seorang pejabat regional pada Minggu, 28 Januari 2024 mengatakan, orang-orang bersenjata menyerang penduduk desa pada Sabtu, 27 Januari 2024 malam.
Selain itu, bentrokan antarsuku juga menyebabkan 64 orang terluka.
Menteri Penerangan Abyei, Bulis Koch kepada Associated Press mengatakan, motif serangan belum jelas. Namun dugaan kuat terkait sengketa tanah.
Kekerasan etnis mematikan sering terjadi di wilayah tersebut.
Anggota suku Twic Dinka dari negara tetangga, Negara Bagian Warrap, terlibat dalam sengketa tanah dengan Ngok Dinka dari Abyei mengenai wilayah Aneet.
Itu merupakan wilayah yang terletak di perbatasan.
Koch menambahkan, para penyerang dalam serangan itu merupakan pemuda bersenjata dari suku Nuer yang bermigrasi ke negara bagian Warrap tahun lalu.
“Mereka mengungsi karena banjir menggenangi daerah mereka,” kata Koch.
Dalam sebuah pernyataan, Pasukan Keamanan Sementara PBB untuk Abyei (UNISFA) mengutuk kekerasan yang menewaskan penjaga perdamaian tersebut.
UNIFSA mengonfirmasi bentrokan antarkomunitas terjadi di daerah Nyinkuac, Majbong dan Khadian yang mengakibatkan korban jiwa.
Warga sipil juga terpaksa mengunsi ke pangkalan UNISFA.
“Pangkalan UNISFA di Agok diserang oleh kelompok bersenjata. Misi tersebut berhasil menggagalkan serangan tersebut, namun tragisnya seorang penjaga perdamaian Ghana terbunuh,” kata pernyataan itu.
Konflik Sudan dan Sudan Selatan
Sudan dan Sudan Selatan tidak sepakat mengenai kendali atas wilayah Abyei sejak perjanjian perdamaian tahun 2005.
Perjanjian tersebut mengakhiri perang saudara selama beberapa dekade.
Kedua negara mengklaim kepemilikan Abyei, yang statusnya belum terselesaikan setelah Sudan Selatan merdeka dari Sudan pada tahun 2011.
Mayoritas masyarakat Ngok Dinka di kawasan ini lebih menyukai Sudan Selatan.
Sebaliknya, pengembara Misseriya yang datang ke Abyei untuk mencari padang rumput bagi ternak mereka lebih menyukai Sudan.
Saat ini wilayah tersebut berada di bawah kendali Sudan Selatan.
Panel Uni Afrika mengusulkan referendum untuk Abyei. Namun masalah yang muncul, ada perbedaan pendapat mengenai siapa yang berhal memilih.
Bentrokan antar-komunitas dan lintas batas telah meningkat sejak Sudan Selatan mengerahkan pasukannya ke Abyei pada bulan Maret.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"