KONTEKS.CO.ID – Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Pengurus Wilayah Jawa Barat menggelar unjuk rasa bersamaan dengan kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Bandung.
Aksi bertajuk ‘Aksi Selamatkan Demokrasi’ itu berlokasi di halaman Gedung Sate, Sabtu, 3 Februari 2024.
Menurut Ketua PW KAMMI Jawa Barat, Agung Munandar, mahasiswa menggelar acara ini karena merasa demokrasi Indonesia sedang dalam bahaya.
“Demokrasi yang dibangun di atas darah dan air mata saat reformasi 98, kini didesak mundur akibat perilaku kekuasaan dan para elite politik,” katanya.
Dia menjelaskan, tanda-tanda demokrasi dalam bahaya di antaranya putusan cacat etik Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi jalan politik dinasti.
Ada juga keterlibatan aparat negara dalam Pemilu, pengangkatan penjabat kepala daerah yang tidak transparan, hingga keberpihakan dan cawe-cawe presiden dalam Pemilu Presiden (Pilpres).
Dia merasa, apa yang terjadi saat ini sungguh ironi. Mobilisasi aparatur negara secara besar-besaran untuk kepentingan dukungan terhadap pasangan calon tertentu juga merupakan tindakan melanggar hukum sekaligus melanggar konstitusi.
Dia menilai kenegarawanan Jokowi sebagai institusi kepresidenan rapuh dengan menyerukan dukungan dengan mobilisasi Aparatur Negara untuk mendukung pasangan calon tertentu.
“Kita harus lawan tirani kekuasaan dan selamatkan demokrasi! Sebab hari ini lembaga negara yang lahir dari rahim reformasi seperti KPK dan MK, dikontrol sedemikian rupa hanya untuk memuaskan syahwat politik kekuasaan dinasti!” tegas Agung Munandar.
Ketua KAMMI Kota Bandung, Izus Salam mengatakan, apa yang terjadi saat ini sudah tidak biasa dan remeh temeh dalam sudut pandang bernegara.
“Hal prinsipil dan aturan sudah ditabrak dan diobrak abrik hanya untuk kepentingan kelompok,” katanya.
Dia juga spesifik menyebut, langkah Presiden Jokowo dalam melibatkan diri dan berpihak dalam pemilu. Padahal presiden seharusnya bersikap netral.
“Apa yang terjadi saat ini mencederai sistem demokrasi dan bernegara kita. Ini menjadi catatan kelam dalam ruang demokrasi kita,” katanya.
Izus merasa, trend yang terlihat saat ini telah mengarah kepada neo-totalitarianisme yang berbahaya bagi negara.
Ketua Bidang Kebijakan Publik KAMMI Kota Banding, Yusron Hidayat juga menggarisbawahi, keberpihakan Jokowi sebagai presiden memang diperbolehkan. Hal itu ada dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), namun dengan catatan tidak memanfaatkan fasilitas negara.
Menuruntnya, sebagai presiden, netralitas seharusnya menjadi hal yang penting.
“Hal itu guna menjaga norma dan etika untuk mewujudkan pemilu yang berintegritas serta menjaga kepercayaan rakyat,” katanya.
Dalam aksinya, KAMMI PW Jawa Barat menyatakan sejumlah sikap. Di antaranya:
- Mendesak Presiden Joko Widodo untuk menghentikan tindakan serta segala keputusan yang menciderai demokrasi. Presiden harus menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan.
- Menuntut hak pilih rakyat dalam pemilu 2024 dijalankan tanpa intimidasi dan ketakutan.
- Menuntut Presiden dan Aparat negara untuk bersikap netral.
- Menuntut Pemerintah berhenti menyalahgunakan kekuasaan dan sumberdaya negara guna mempolitisasi kepentingan politik praktis.
- Menyerukan kepada seluruh pemuda dan masyarakat Indonesia terlibat untuk mengawasi dan mengawal ketat pemungutan dan penghitungan suara di wilayah masing-masing. Sebab demokrasi kita sedang dalam ancaman tirani kekuasaan.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"