KONTEKS.CO.ID – Konser Taylor Swift di Singapura berbuntut panjang. Partai Persatuan Adat Malaysia (Bersatu) mendesak Pemerintah Malaysia di bawah kendali PM Anawar Ibrahim untuk menjelaskan mengapa bintang pop Amerika ini tidak tampil di Malaysia sebagai bagian dari “The Eras Tour” globalnya.
Malaysia sendiri terkabarkan sudah melakukan pembicaraan dengan tim Swift mulai awal tahun 2022.
Sebelumnya, Sinar Daily dan New Straits Times melaporkan, Wakil Ketua Biro Hukum dan Konstitusi Bersatu, Sasha Lyna Abdul Latiff, mengklaim ada pembicaraan antara pemerintah Malaysia, di bawah mantan PM Ismail Sabri Yaakob, dan promotor konser Swift pada awal 2022. Kuala Lumpur berniat menggelar konser Taylor Swift.
Hal ini terjadi sebelum Singapura menandatangani kesepakatan dengan Swift untuk tampil di Singapura. Ini kemungkinan terjadi tidak lama setelah tim Singapura dari SportsSG, Kallang Alive Sports Management, dan Kementerian Kebudayaan, Komunitas, dan Pemuda (MCCY), termasuk menterinya Edwin Tong, bertemu dengan agen dan promotor Swift di Los Angeles pada Februari 2023.
“Kami melihat peluang, kami bernegosiasi dengan cepat dengan mereka. Dan kami menyelesaikan kesepakatan dengan cukup cepat,” cetus Tong kepada laman Mothership, di akhir Februari kemarin.
“Meskipun mereka lebih dulu memulai, Malaysia tidak dapat mencapai kesepakatan, sementara negara tetangganya Singapura berhasil mengamankan tur tersebut,” kata Sasha.
Sasha pun mengkritisi apakah Pemerintah Madani melakukan upaya untuk mengamankan tur tersebut?
Yang dia maksud adalah PM petahana Anwar Ibrahim, yang memperkenalkan slogan Malaysia Madani, atau Civil Malaysia, pada 19 Januari 2023, tak lama setelah Anwar menjabat pada 24 November 2022.
Bersatu, bersama dengan Parti Islam se-Malaysia (Partai Islam Malaysia, atau PAS), adalah partai oposisi utama di Malaysia.
Konser Taylor Swift Punya Daya Tarik Universal
“Bahkan Indonesia, negara mayoritas Muslim, telah berusaha menjadi tuan rumah (Swift), dengan menekankan daya tarik universalnya,” tambahnya.
Sasha menambahkan, Swift diinginkan bukan hanya karena kemampuan bermusiknya tetapi juga pengaruh positifnya yaitu “Swiftonomics”.
Swiftonomics menggambarkan fenomena terdongkraknya perekonomian suatu negara dengan hadirnya Swift.
Menteri Pariwisata Indonesia Sandiaga Salahuddin Uno menggunakan istilah tersebut pada 19 Februari 2024. Ia mengatakan, negaranya memerlukan “Swiftonomics” untuk meningkatkan pariwisata.
Sandiaga sedang mempertimbangkan untuk meluncurkan insentif untuk mengadakan lebih banyak acara musik, olahraga, dan budaya untuk memikat wisatawan.
Pemerintah Malaysia Harus Menjelaskan
Dia menambahkan, kehilangan kesempatan untuk menjadi tuan rumah Eras Tour Taylor Swift merupakan kemunduran yang signifikan bagi perekonomian Malaysia. Terutama di tengah tantangan yang sedang berlangsung.
Sasha mengatakan, Anwar dan Menteri Pemuda dan Olahraga Hannah Yeoh harus memberikan penjelasan atas hilangnya peluang ekonomi tersebut.
“Masyarakat berhak mendapatkan penjelasan, terutama mengingat pendekatan proaktif Singapura,” tegasnya. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"