KONTEKS.CO.ID – Sebuah studi terbaru yang rilis pada Jumat, 7 Juni 2024 mengungkapkan, polusi akibat kebakaran hutan di California telah menewaskan lebih dari 52.000 orang dalam satu dekade terakhir.
Penelitian ini datang di saat bagian barat Amerika Serikat bersiap menghadapi musim panas yang kemungkinan akan memicu lebih banyak kebakaran.
Setiap tahun, kawasan hutan dan padang rumput yang luas di California dan wilayah lain di negara ini terbakar.
Api telah menyebabkan kerusakan yang menelan biaya jutaan dolar dan sering kali mengakibatkan korban jiwa.
Namun, para peneliti menekankan, dampak dari material partikulat yang dilepaskan oleh kebakaran ini jauh lebih mematikan daripada jumlah kematian langsung yang diakibatkan oleh api itu sendiri.
Penelitian yang dipimpin oleh Dr. Rachel Connolly dari Universitas California Los Angeles menemukan, polutan kecil yang terbawa udara, dikenal sebagai PM2.5 karena ukurannya yang 2,5 mikrometer atau kurang, telah membunuh banyak orang.
Tim peneliti menganalisis data dari tahun 2008 hingga 2018, memisahkan jumlah PM2.5 yang dilepaskan khusus oleh kebakaran hutan dari yang dihasilkan oleh sumber lain seperti transportasi dan manufaktur.
Hasilnya menunjukkan, setidaknya 52.480 kematian dini dapat disebabkan oleh polusi spesifik ini. Selain itu, biaya pengobatan bagi orang-orang yang terkena dampak polutan ini diperkirakan mencapai USD432 miliar.
“Pentingnya pengelolaan kebakaran hutan akan semakin meningkat dalam beberapa dekade mendatang seiring dengan semakin intensifnya kekeringan akibat perubahan iklim dan semakin banyak wilayah yang rentan terhadap kebakaran,” tulis para peneliti dalam makalahnya yang diterbitkan oleh Science Advances, jurnal peer-review dari Asosiasi Amerika untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan.
Mereka menambahkan, temuan ini memiliki implikasi langsung bagi California.
“Menumbuhkan bukti berdasarkan dampak kesehatan dari kebakaran hutan dan paparan terkait iklim lainnya sangatlah penting,” katannya.
Studi ini dilakukan saat sebagian besar California dan wilayah lain di Amerika Barat mengalami panas terik akibat gelombang panas pertama tahun ini.
Suhu mencapai 49 derajat Celsius di Death Valley pada 6 Juni. Sementara Las Vegas mencatat suhu 43,9 derajat Celsius.
Gelombang panas di awal musim panas ini telah menimbulkan kekhawatiran bahwa musim kebakaran bisa menjadi yang paling dahsyat pada tahun 2024 setelah dua tahun yang relatif tidak berbahaya karena musim dingin yang basah.
Saat ini, kebakaran yang terjadi cenderung berupa kebakaran rumput, yang lebih mudah dikendalikan dan tidak terlalu panas.
Namun, saat musim panas semakin panas dan semak-semak serta pepohonan mulai mengering, mereka menjadi lebih rentan terhadap penyebab kebakaran seperti kabel listrik yang putus atau rokok yang dibuang sembarangan.
Setelah sekitar 20 tahun mengalami kekeringan dan dalam iklim yang perlahan-lahan menjadi gersang, California telah menyaksikan sejumlah kebakaran besar yang mengkhawatirkan pada abad ini.
Sebanyak 18 dari 20 kebakaran terbesar dalam sejarah negara bagian tersebut terjadi dalam dua dekade terakhir.
Kebakaran hutan adalah bagian alami dan penting dari siklus hidup hutan belantara. Namun, perubahan iklim yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil yang tidak terkendali dan memompa gas rumah kaca ke atmosfer telah membuat kebakaran semakin besar, semakin panas, dan semakin tidak dapat diprediksi.
Dr. Connolly menegaskan pentingnya penelitian ini bagi masa depan pengelolaan kebakaran hutan.
“Menumbuhkan bukti berdasarkan dampak kesehatan dari kebakaran hutan dan paparan terkait iklim lainnya sangatlah penting. Ini bukan hanya tentang kerusakan langsung yang disebabkan oleh api, tetapi juga tentang dampak jangka panjang dari polusi udara yang dihasilkan,” katanya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"