KONTEKS.CO.ID – Setiap hari ada 10 anak Palestina yang kehilangan kakinya akibat serangan membabi-buta pasukan Israel ke wilayah pendudukan.
Selain luka parah, setidaknya 40 anak Palestina tewas di Gaza karena dehidrasi dan kekurangan gizi.
Laman Morocco World News, Rabu 26 Juni 2024, melaporkan, perang yang sedang berlangsung di Gaza telah menyebabkan lonjakan jumlah amputasi pada anak-anak. “Rata-rata 10 anak kehilangan satu atau kedua kakinya setiap hari,” ungkap Philippe Lazzarini, Komisaris Jenderal Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).
Berbicara pada konferensi pers di Jenewa hari ini, Lazzarini menyoroti kondisi mengerikan di mana amputasi ini dilakukan, seringkali tanpa anestesi atau pembiusan.
Mengutip data UNICEF, Lazzarini menyebutkan, sekitar 2.000 anak telah menjalani amputasi yang menyakitkan selama 260 hari perang. Angka-angka tersebut belum memperhitungkan cedera parah lainnya, termasuk kehilangan lengan dan tangan, yang juga sering terjadi.
Selain serangan tanpa ampun yang dilakukan Pasukan Pendudukan Israel (IDF), kelaparan dan dehidrasi juga menimbulkan banyak korban jiwa pada anak-anak Gaza.
Anak Palestina Mati Kelaparan
Menurut para pejabat Gaza, setidaknya 40 anak-anak Palestina telah meninggal di wilayah yang terkepung karena kekurangan gizi di tengah kekurangan makanan, air, dan pasokan medis.
Kamal Abu Safiyya, Kepala Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza utara, mengatakan kepada Al Jazeera, “Banyak anak meninggal akibat gizi buruk.”
Ia menambahkan, “Kami telah mendokumentasikan banyak kasus di mana anak-anak menderita kekurangan gizi akut.”
Dalam hal ini, Komisaris Jenderal UNRWA menyoroti tantangan dalam menyalurkan bantuan ke wilayah yang terlanda perang.
“Kalau soal penyaluran bantuan, ini menjadi semakin rumit. Sangat menyiksa selama beberapa minggu terakhir untuk memberikan bantuan,” katanya. “Terlalu banyak truk yang terjarah (atau) tidak mencapai tujuan.”
Lazzarini juga menyampaikan perhatian pada penargetan IDF terhadap pekerja dan organisasi bantuan, termasuk badan-badan PBB. “Di lapangan, PBB dan UNRWA telah menjadi sasaran. Kami telah membayar harga yang mahal.”
Dia juga memperingatkan bahwa sumber daya badan tersebut akan habis pada akhir Agustus. Alasannya, defisit sebesar USD140 juta (Rp2,3 triliun) lembaga perlukan untuk mempertahankan operasi hingga akhir tahun.
Krisis pendanaan ini diperparah oleh tuduhan Israel yang menuduh beberapa pegawai UNRWA terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober. Hal itu menyebabkan banyak negara, termasuk Amerika Serikat, menghentikan sumbangan mereka. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"