KONTEKS.CO.ID – Pimpinan tiga lembaga tertinggi Uni Eropa yang baru terpilih justru menjadi sorotan akibat kasus korupsi.
Penunjukan pejabat penting ini terjadi di tengah adopsi agenda strategis untuk tahun 2024-2029 pada pertemuan puncak di Brussels.
Ketiganya yakni Presiden Dewan Eropa yang baru, Antonio Costa; Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen dan kepala kebijakan luar negeri, Kaja Kallas.
Antonio Costa
Mantan Perdana Menteri Portugal, terpilih sebagai Presiden Dewan Eropa. Namun, Costa kini harus menghadapi tuduhan korupsi, kebohongan, dan penyalahgunaan jabatan terkait pengadaan publik.
Tuduhan ini mencakup isu-isu yang terduga terjadi selama masa jabatannya di Portugal. Termasuk pengelolaan dana publik dan kontrak pengadaan.
Tuduhan ini menyebabkan pengunduran diri Costa pada November lalu setelah penyelidikan atas dugaan penyimpangan dalam proyek pertambangan litium dan hidrogen di Portugal.
“Saya mengabdikan diri untuk melayani Portugal dan rakyat Portugis,” katanya saat pengunduran diri.
Ursula von der Leyen
Politisi Jerman ini dinominasikan kembali sebagai Presiden Komisi Eropa.
Kasus yang menjeratnya bermula pada tahun 2020, Komisi Eropa mendapatkan vaksin dalam jumlah besar dari beberapa produsen untuk memerangi pandemi COVID-19.
Salah satunya kontrak senilai 35 miliar Euro dengan Pfizer.
Namun, pesan telepon antara von der Leyen dan CEO Pfizer, Albert Bourla, selama negosiasi memicu tuduhan penyalahgunaan jabatan.
Frederic Baldan, seorang pelobi Belgia, menggugat von der Leyen pada tahun 2023 karena salah urus dalam transaksinya dengan Pfizer.
“Gugatan tersebut melibatkan berbagai tuduhan, termasuk penyalahgunaan jabatan dalam perjanjian dengan Pfizer,” kata Baldan.
Sidang kasus tersebut telah ditunda hingga 6 Desember untuk mengklarifikasi berbagai masalah teknis, termasuk yurisdiksi Kantor Kejaksaan Eropa (EPPO).
Pada saat yang sama, EPPO meluncurkan penyelidikan terhadap pembelian vaksin senilai miliaran euro oleh Komisi Eropa. Proses hukum atas kasus ini sedang berjalan.
Kaja Kallas
Perdana Menteri Estonia sejak 2021 ini terlibat dalam tuduhan korupsi yang bermula dari aktivitas suaminya, Arvo Hallik.
Hallik diduga tetap mempertahankan hubungan bisnis dengan Rusia meskipun negara tersebut melancarkan perang di Ukraina dan sanksi UE.
Tuduhan ini menyangkut Stark Logistics, sebuah perusahaan transportasi yang sebagian dimiliki oleh Hallik.
Dugaannya, perusahaan inibertindak sebagai perantara bagi perusahaan Estonia lainnya, Metaprint, untuk berdagang di Rusia.
Kallas menegaskan dia tidak ada hubungannya dengan bisnis suaminya.
“Saya dan suami tidak pernah membicarakan bisnis di rumah,” kata Kallas.
Tuduhan ini kontras dengan dukungan kuat Estonia terhadap Ukraina dan seruan Kallas untuk menghentikan ketergantungan energi Uni Eropa pada Rusia.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"