KONTEKS.CO.ID – Bangladesh rusuh memicu pemerintah setempat memblokir layanan internet dan seluler terputus pada hari ini, Jumat 19 Juli 2024.
Pemblokiran layanan mobile terlakukan setelah berhari-hari terjadi protes yang tersertai kekerasan mengenai alokasi pekerjaan pemerintah atau PNS. Media lokal melaporkan sedikitnya 28 orang telah terbunuh pada pekan ini.
Protes tersebut, yang dimulai beberapa minggu lalu dan meningkat tajam pada hari Senin, adalah yang terbesar sejak Perdana Menteri Sheikh Hasina terpilih kembali. Ia terpilih untuk masa jabatan keempatnya berturut-turut dalam pemilu bulan Januari yang partai-partai oposisi utama boikot.
Pemblokiran internet terjadi setelah kekerasan meningkat pada hari Kamis, saat para pelajar berusaha untuk menerapkan “penghentian total” terhadap negara tersebut.
Laporan mengenai jumlah korban jiwa meningkat, dan para pengunjuk rasa menyerang kantor pusat Bangladesh Television yang dikelola pemerintah, menerobos gerbang utama dan membakar kendaraan serta ruang tunggu, kata seorang produser berita dan reporter kepada The Associated Press melalui telepon. Mereka berbicara dengan syarat anonimitas karena takut akan pembalasan.
“Saya melarikan diri dengan melompati tembok tetapi beberapa rekan saya terjebak di dalam. Para penyerang memasuki gedung dan membakar perabotan,” kata produser itu.
Ia mengatakan stasiun tersebut terus mengudara, meskipun beberapa warga Dhaka mengatakan mereka tidak menerima sinyal dari stasiun penyiaran tersebut.
Setidaknya 22 orang tewas pada hari Kamis, sebuah stasiun TV lokal melaporkan, menyusul enam kematian pada awal pekan ini. Pihak berwenang tidak dapat terhubungi untuk segera mengkonfirmasi jumlah korban tewas.
Penyebab Bangladesh Rusuh
Pada Jumat pagi, layanan internet dan data seluler tampaknya mati di Ibu Kota, Dhaka, dan platform media sosial seperti Facebook dan WhatsApp juga tidak dapat terakses.
Pengunjuk rasa mahasiswa mengatakan mereka juga akan memperluas seruan mereka untuk memberlakukan penutupan pada hari Jumat. Juga mendesak masjid-masjid di seluruh negeri untuk mengadakan salat jenazah bagi mereka yang terbunuh.
Para pengunjuk rasa menuntut terakhirinya sistem kuota yang menyediakan hingga 30% pekerjaan di pemerintahan bagi keluarga veteran yang bertempur dalam perang kemerdekaan Bangladesh pada 1971.
Mereka berpendapat sistem tersebut diskriminatif dan menguntungkan pendukung Perdana Menteri Sheikh Hasina, yang partainya Liga Awami memimpin gerakan kemerdekaan. Pengunjuk rasa ingin sistem tersebut berganti dengan sistem berbasis prestasi.
Partai Hasina menuduh partai oposisi memicu kekerasan, menyerbu markas besar oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh dan menangkap aktivis dari sayap mahasiswa partai tersebut.
BNP terperkirakan akan mengadakan demonstrasi di seluruh negeri untuk mendukung aktivis mahasiswa yang memprotes sistem kuota.
Pemerintahan Hasina sebelumnya telah menghentikan kuota pekerjaan menyusul protes massal mahasiswa pada tahun 2018. Namun bulan lalu, Pengadilan Tinggi Bangladesh membatalkan keputusan tersebut dan mengembalikan kuota tersebut setelah kerabat para veteran tahun 1971 mengajukan petisi, sehingga memicu demonstrasi terbaru.
Mahkamah Agung telah menangguhkan keputusan tersebut sambil menunggu sidang banding, dan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka akan membahas masalah ini pada hari Minggu. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"