KONTEKS.CO.ID – Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant dipecat secara tiba-tiba oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Tak lama PM Israel memecatnya, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant angkat bicara. Ia memperingatkan bahwa Israel akan selamanya menanggung “tanda kain (menyerah)” jika menelantarkan sandera yang tertawan di Gaza.
Ia juga memberi hormat kepada IDF, sandera, dan tentara yang gugur dalam pernyataannya yang terkutip laman Times of Israel.
Netanyahu memecatnya pada Selasa malam, dengan alasan hilangnya kepercayaan antara keduanya. Menurut Netanyahu, permusuhan itu membantu musuh-musuh Israel.
Langkah tersebut menuai kecaman keras dari oposisi politik dan kelompok masyarakat sipil. Imbasnya, ribuan orang turun ke jalan untuk berunjuk rasa.
Gallant mengatakan, pemecatannya bermula dari ketidaksepakatan pada tiga isu. Yaitu, isu wajib militer ultra-Ortodoks, kesepakatan penyanderaan dengan Hamas, dan komisi penyelidikan negara atas kegagalan pemerintah terkait serangan 7 Oktober. Situasi yang memicu perang Gaza yang sedang berlangsung.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant Pernah Netanyahu Pecat di 2023
Pernyataannya ia sampaikan tiga jam setelah Netanyahu memecatnya dan saat politisi oposisi mengecam tindakan tersebut. Oposisi menuduh perdana menteri bermain politik dengan mengorbankan keamanan nasional.
Tampak emosional saat berbicara dari markas besar Kementerian Pertahanan, Gallant mengatakan, prioritasnya tetap konstan dan jelas selama hampir 50 tahun pelayanan publik.
Anggota parlemen partai Likud, yang telah berulang kali berselisih dengan Netanyahu mengenai penanganan perang, telah memiliki hubungan yang buruk dengan perdana menteri sebelum serangan Hamas tahun lalu.
Pada 2023, Gallant menentang usulan perombakan sistem peradilan oleh Pemerintahan Netanyahu. Ia memperingatkan bahwa keretakan nasional atas masalah tersebut telah menjadi ancaman keamanan yang nyata.
Pernyataan kerasnya mendorong Netanyahu untuk memecatnya — tetapi menariknya kembali dua minggu kemudian di tengah protes publik yang membesar.
Ia mengakui sejak invasi Hamas ke Israel selatan Oktober lalu, ratusan tentara telah tewas dan ribuan lainnya terluka.
“Tahun-tahun mendatang akan memberi kita tantangan yang kompleks; perang belum berakhir, dan suara pertempuran belum berhenti. Kita harus menghadapi tantangan masa depan ini secara langsung dan bersiap,” katanya.
“Dalam keadaan seperti ini, tidak ada pilihan — setiap orang harus bertugas di IDF dan berpartisipasi dalam misi untuk membela Negara Israel,” pungkasnya. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"