KONTEKS.CO.ID – Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, dan seorang pejabat senior Hamas.
ICC menuduh mereka melakukan kejahatan perang selama dan setelah serangan ke Israel pada 7 Oktober tahun lalu.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis 21 November 2024, Pengadilan Kriminal Internasional, menyatakan, mereka menemukan alasan yang masuk akal. Alasan untuk percaya bahwa Netanyahu memikul tanggung jawab pidana atas kejahatan perang.
Termasuk kelaparan sebagai metode peperangan dan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya.
Surat perintah dari Pengadilan yang berpusat di Belanda tersebut menandai yang pertama dalam sejarah. Ini menjadikan Netanyahu sebagai pemimpin Israel pertama yang pengadilan internasional panggil atas dugaan tindakan terhadap warga Palestina dalam konflik selama 75 tahun tersebut.
Meskipun surat perintah ICC tidak menjamin penangkapan, surat perintah ini dapat secara signifikan membatasi kemampuan Netanyahu untuk bepergian ke negara-negara anggota ICC.
Menurut laporan CNN, Kantor perdana menteri menolak surat perintah tersebut dan mengganggapnya sebagai tidak masuk akal dan antisemit.
“Israel sepenuhnya menolak tindakan dan tuduhan yang tidak masuk akal dan salah terhadapnya (Netanyahu) oleh Pengadilan Kriminal Internasional, badan yang bias secara politik dan diskriminatif,” kata kantor PM Israel, seraya menambahkan, “Tidak ada perang lagi setelah organisasi teroris Hamas melancarkan serangan mematikan terhadap Israel.”
“Netanyahu tidak akan menyerah pada tekanan, tidak akan mundur, dan tidak akan mundur sampai semua tujuan perang yang Israel tetapkan pada awal kampanye tercapai,” katanya.
Alasan Pengadilan Kriminal Internasional Tangkap PM Israel
Israel, seperti Amerika Serikat, bukan anggota ICC dan telah menantang yurisdiksi pengadilan atas tindakannya dalam konflik tersebut. Sebuah tantangan yang pengadilan tolak pada hari Kamis.
ICC mengklaim yurisdiksi atas wilayah yang Israel duduki, termasuk Gaza, Yerusalem Timur, dan Tepi Barat. Hl ini menyusul kesepakatan resmi kepemimpinan Palestina untuk terikat oleh prinsip-prinsip dasar pengadilan pada 2015.
Pengadilan pada hari Kamis juga mengeluarkan surat perintah untuk pejabat Hamas Mohammed Diab Ibrahim Al-Masri, yang juga dikenal sebagai Mohammed Deif.
Menurut Israel, ia adalah salah satu dalang serangan 7 Oktober. Israel mengatakan telah membunuhnya dalam serangan udara pada bulan September tetapi Hamas belum mengonfirmasi kematiannya.
ICC mengatakan telah menemukan alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa Deif bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan.
“Deif memikul “tanggung jawab pidana” atas kejahatan-kejahatan ini. Karena melakukan tindakan-tindakan tersebut secara bersama-sama dan melalui orang lain… memerintahkan atau mendorong dilakukannya kejahatan-kejahatan tersebut,” tuding ICC.
AS Menentang Tindakan ICC Terhadap Israel
Pemerintahan Joe Biden di masa lalu telah menentang keras keterlibatan ICC dalam menyelidiki perang Israel di Gaza. Tetapi tidak mendukung sanksi-sanksi terhadap pengadilan internasional tersebut.
Di bulan Mei, Joe Biden mengatakan, permohonan jaksa penuntut ICC untuk surat perintah penangkapan terhadap para pemimpin Israel adalah keterlaluan.
“Dan izinkan saya tegaskan: apa pun yang mungkin disiratkan oleh jaksa penuntut ini, tidak ada kesetaraan — tidak ada —antara Israel dan Hamas,” katanya. “Kami akan selalu mendukung Israel dalam menghadapi ancaman-ancaman terhadap keamanannya.” ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"