KONTEKS.CO.ID – Jutaan warga Inggris tercekik pajak dan tagihan energi yang lebih tinggi setelah pemerintah pada Kamis 17 November 2022 mengumumkan anggaran darurat yang berfokus pada pemulihan kredibilitas keuangan negara dan memperkuat ekonomi yang terpukul oleh melonjaknya inflasi.
Menteri keuangan Jeremy Hunt meluncurkan paket kenaikan pajak dan pemotongan pengeluaran senilai 55 miliar pound ($ 65 miliar) yang dirancang untuk menunjukkan bahwa Inggris berkomitmen untuk membayar tagihannya setelah pendahulunya PM Liz Truss menakuti pasar keuangan dengan mengusulkan pemotongan pajak tanpa mengatakan bagaimana mereka akan dibayar.
Hunt berusaha meredam pukulan dengan berjanji untuk melindungi yang paling rentan dan mengumumkan bahwa ia akan meningkatkan tunjangan kesejahteraan dan pembayaran pensiun negara sejalan dengan inflasi dan membantu penduduk berpenghasilan rendah dengan tagihan energi mereka. Pemerintah juga akan mempertahankan investasi di proyek energi dan infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, katanya sebagaimana dilaporkan AP.
Meski begitu, pengawas fiskal pemerintah ini memperingatkan bahwa warga Inggris menghadapi penurunan standar hidup sebesar 7% selama dua tahun ke depan. “Orang-orang Inggris itu tangguh, inventif, dan banyak akal. Kami telah menghadapi tantangan yang lebih besar sebelumnya,” kata Hunt kepada House of Commons. “Kami tidak kebal terhadap badai ini, tetapi dengan rencana untuk stabilitas, pertumbuhan, dan layanan publik ini, kami akan menghadapi badai.”
John Kampfner analis lembaga kajian Chatham House mengatakan langkah kebijakan Hunt yang meluncurkan paket kenaikan pajak dan pemotongan pengeluaran merupakan upaya terlambat menstabilkan posisi fiskal Inggris yang mengerikan. Menurutnya sikap Hunt yang bersikeras bahwa keamanan di dalam negeri bergantung pada keamanan di luar negeri, menjadi teka-teki kebijakan luar negeri terbesar. Terlebih dengan janji peningkatan pengeluaran pertahanan menjadi tiga persen dari PDB. Rencana awal adalah untuk mencapai 2,5 persen pada tahun 2026 dan kemudian target yang lebih tinggi pada tahun 2030, yang setara dengan sekitar £157 miliar tambahan selama delapan tahun, dianggapnya pemerintah hanya mengulur waktu lebih banyak untuk meyakinkan Amerika Serikat dan Ukraina.
Yang jelas saat ini Inggris tengah bergulat dengan masalah ekonomi domestinya yang krusial. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"