KONTEKS.CO.ID – Kapal selam nuklir Australia ada dalam artikel ini. Indonesia sendiri masih menolak wilayah perairannya dilintasi kapal perang tersebut. Alasannya sederhana, senjata mematikan hasil kesepakan AUKUS dengan Inggris dan AS itu dibentuk untuk perang.
Hal itu disampaikan situs berita The Sidney Morning Herald berdasarkan keterangan seorang pejabat senior Indonesia. Dia menegaskan, jalur laut Nusantara tidak boleh digunakan oleh kapal selam nuklir Australia karena AUKUS diciptakan untuk berperang.
Sat perjanjian AUKUS diumumkan pada September 2021, Indonesia telah memperingatkan akuisisi kapal selam bertenaga nuklir oleh Australia dapat memicu perlombaan senjata regional yang akan meningkatkan ketegangan di Indo-Pasifik. Kapal selam nuklir Australia pun dilarang melintas.
Indonesia menjadi negara Asia Tenggara pertama yang bereaksi terhadap rencana pembelian kapal selam Australia senilai USD368 miliar. Perdana Menteri Anthony Albanese berusaha untuk melunakkan sikap Jakarta dengan melakukan panggilan telepon awal ke Presiden Indonesia Joko Widodo di tengah sorotan briefing para pemimpin dunia.
“Indonesia telah mengamati dengan seksama kerja sama kemitraan keamanan AUKUS, khususnya pengumuman mengenai jalur yang akan ditempuh AUKUS untuk mencapai tingkat kemampuan AUKUS yang kritis,” kata Kemlu RI.
“Menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan adalah tanggung jawab semua negara. Sangat penting bagi semua negara untuk menjadi bagian dari upaya ini,” sambungnya.
“Indonesia mengharapkan Australia untuk tetap konsisten dalam memenuhi kewajibannya berdasarkan NPT (Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir) dan perlindungan IAEA, serta mengembangkan mekanisme verifikasi yang efektif dengan IAEA (Badan Energi Atom Internasional), transparan dan tidak diskriminatif,” desak Indonesia.
Kecemasan Indonesia menunjukkan keinginannya untuk tidak memihak dalam persaingan geopolitik antara China dan Amerika Serikat bersama sekutunya. Ini juga sebagai tanda kewaspadaan terkait kapal selam Australua dipastikan harus melewati perairannya.
Jakarta belum memutuskan apakah kapal selam akan diizinkan melakukan perjalanan di dalam wilayah lautnya. Jika memungkinkan, diharapkan hanya di permukaan, tidak berada di dalam peraiean, tetapi ada dorongan kuat menolaknya.
“Posisi Indonesia jelas bahwa (jalur laut kepulauan kita) tidak dapat digunakan untuk kegiatan yang berkaitan dengan perang atau persiapan perang atau kegiatan non-damai,” kata anggota Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin.
“Sekarang tentang AUKUS. Itu bukan (forum) untuk pelatihan, itu seperti pakta pertahanan, seperti NATO tetapi dalam skala yang lebih kecil, (dibuat) untuk menghadapi aktivitas China di Pasifik. Artinya kapal merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari AUKUS,” tukasnya.
“Ini pasti terkait head-to-head (persaingan) dengan kekuatan maritim China. Artinya bukan cara damai agar Indonesia menolak (mereka mengarungi perairannya,” kata pensiunan jenderal bintang dua TNI AD dalam wawancaranya dengan The Sydney Morning Herald dan The Age.
“Selama (kapal) dibuat bukan untuk perang, tidak masalah. Misalnya, Armada Ketujuh (AS) lolos untuk patroli, untuk latihan, tidak masalah. Tapi AUKUS diciptakan untuk bertarung.”
Muhadi Sugiono, seorang ahli hubungan internasional di Universitas Gadjah Mada Indonesia, juga percaya kapal selam harus ditolak aksesnya di bawah Perjanjian Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara, meskipun mereka tidak akan dipersenjatai dengan senjata nuklir.
“Itu tidak dikategorikan sebagai senjata nuklir tetapi terkait dengan peralatan perang,” ujarnya. “Bahan bakar nuklir untuk kapal selam adalah kelas senjata.”
Ambisi kapal selam Australia telah diterima dengan lebih baik oleh negara-negara seperti Singapura dan Filipina dalam 18 bulan terakhir, tetapi Malaysia juga telah menyatakan keprihatinan tentang prospek senjata tambahan di sekitarnya.
Pada Selasa malam, Kementerian Luar Negeri Malaysia mengeluarkan pernyataan yang mengatakan posisinya tidak berubah, meskipun dikatakan menghargai Australia, AS, dan Inggris berbagi pembaruan tentang prospek masa depan AUKUS.
“Malaysia mengakui kebutuhan negara-negara dalam hal peningkatan kemampuan pertahanan dengan mempertimbangkan kebutuhan dan perhatian masing-masing. Namun demikian, posisi Malaysia di AUKUS tetap ada,” demikian pernyataan tersebut. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"