KONTEKS.CO.ID – Kementerian PUPR memberikan klarifikasi soal klain Bakal Calon Presiden Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP) Anies Baswedan yang membandingkan pembangunan jalanan nasional era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan era Jokowi.
Anies Baswedan menyebutkan bahwa pembangunan jalan nasional pada era pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 20 kali lipat lebih banyak dari yang dibangun selama era pemerintahan presiden Joko Widodo (Jokowi).
Anies Baswedan menyebut era Jokowi hanya berhasil membangun jalan tol terpanjang, yaitu 1.569 kilometer dari total jalan tol saat ini 2.499 kilometer.
Pidato Anies ini memunculkan polemik dan perbincangan publik. Sebab faktanya ada kekeliruan tafsir data yang dirilis BPS.
Kementerian PUPR Meluruskan
Direkktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Kementerian PUPR, Hedy Rahadian mengatakan penambahan jalan nasional yang diklaim oleh Anies sebenarnya merupakan hasil perubahan status dari jalan provinsi menjadi jalan nasional.
“Jadi status jalan nasional yang bertambah sekian ribu kilometer itu adalah perubahan status dari jalan provinsi jadi jalan nasional. Jadi tidak ada pembangunan baru yang disebut zaman SBY lebih panjang dari zaman Jokowi. Itu salah interpretasi data BPS,” ungkap Hedi beberapa waktu lalu, dikutip Minggu 28 Mei 2023.
Hedy mengatakan, jalan provinsi yang sudah ada bisa berubah status menjadi jalan nasional dalam kurun waktu tertentu.
“Jadi bukan pembangunan jalan baru. Baca lagi. (Data) BPS itu perubahan status jalan bukan hasil pembangunan jalan. Gitu lho! Jadi salah kalau diinterpretasikan sebagai hasil pembangunan jalan,” jelasnya.
Menurut Hedy, penambahan jalan nasional di era pemerintahan SBY bukanlah hasil pembangunan baru melainkan hanya perubahan status jalan.
“Jadi zaman SBY kan nambah tuh jalan nasional. Itu kebanyakan bukan hasil pembangunan. Ada hasil pembangunan, tapi cuma sedikit. Yang Jokowi juga ada hasil perubahan (status) tapi sedikit,” lanjutnya.
“Tapi itu tidak ada hubungannya dengan hasil pembangunan. Itu adalah perubahan status jalannya. Jadi beda antara penambahan status jalan nasional dengan hasil pembangunan jalan,” tegas Hedy.
Dilansir dari halaman Kompas.com, dengan merujuk Buku Induk Statistik Pekerjaan Umum Tahun 2008, total panjang jalan nasional non-tol pada tahun 2004 ialah 34.629 km. Kemudian hingga Desember 2014, total panjang jalan menjadi 38.570 km.
Data tersebut juga diperkuat pernyataan yang pernah disampaikan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto, bahwa selama kurun waktu tahun 2004-2014, panjang jalan nasional bertumbuh dari 34.000 km menjadi 38.000 km.
“Dulu panjang jalan nasional 34.000 km, saat ini 38.000 km, tambahan itu dari pembangunan jalan baru, ada juga dari jalan yang biasa berubah menjadi jalan nasional,” ujarnya saat berdiskusi dengan wartawan di Media Center Kementerian PU (24/03/2014) silam, dikutip dari Laman Kementerian PUPR.
Lalu berlanjut sampai dengan akhir tahun 2021, total panjang jalan nasional non-tol bertambah 46.965 km. Hal itu tertera dalam Buku Informasi Statistik Infrastruktur PUPR Tahun 2022.
Berdasarkan data dari ketiga tahun di atas, dapat diartikan panjang jalan nasional selama era Pemerintahan SBY bertambah sekitar 3.941 km, dari 34.629 km menjadi 38.570 km.
Sedangkan pada era Pemerintahan Jokowi, panjangnya bertambah 8.395 km. Dari sebelumnya 38.570 km menjadi 46.965 km.
Namun, yang patut diperhatikan, panjang jalan nasional era Pemerintahan Jokowi tentu masih bisa bertambah karena belum ada data tahun 2022, 2023, dan 2024. Apalagi, Pemerintahan Jokowi juga belum usai, dan tengah menggenjot pengerjaan jalan nasional di berbagai wilayah Indonesia.
SBY sendiri menjabat dalam kurun waktu 10 tahun yakni sejak 20 Oktober 2004 sampai dengan 20 Oktober 2014. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"