KONTEKS.CO.ID – Hukum reksa dana dan asuransi dalam ekonomi Islam, halal atau haram? Untuk memberi rasa nyaman masyarakat, berikut penjelasan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dalam rapat pleno Dewan Syariah Nasional Mejelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), para ulama memberikan jawaban hukum reksa dana dan asuransi dalam Islam. Mereka telah menetapkan tiga fatwa prinsip kesyariahan dan ekonomi umat.
Penetapan tersebut setelah dikaji dan mendapat masukan dalam rapat pleno, Jumat malam 26 Mei 2023. “Bismillah pada pukul 21.59 WIB kita terima dan sahkan draf tiga fatwa ini, tok tok tok,” kata Wakil Sekretaris DSN-MUI, KH Asrorun Niam, dilansir Minggu 26 Mei 2023.
Fatwa pertawa mengenai exchange traded fund (ETF) yang merupakan pengembangan terhadap fatwa tentang reksa dana. Perbedaannya, ETF tersebut isi unit penyertanyaannya diperdagangkan di bursa. Sedangkan reksa dana tidak diperdagangkan.
“Artinya, dari sudut praktik penerapan syariah dalam sektor keuangan ETF bisa ikut berkembang karena ada perluasan,” kata Wakil Ketua BPH DSN-MUI, Prof Jaih Mubarok, dinukil MUI Digital.
Fatwa kedua terkait program asuransi dwiguna murni berdasarkan prinsip syariah. Lumrahnya, hak manfaat dari asuransi jiwa itu bisa diperoleh keluarga peserta jika yang bersangkutan meninggal.
Akan tetapi, jika yang bersangkutan masih hidup ketika kontrak berakhir maka tidak mendapat apapun. Dengan adanya fatwa ini, kontribusi dari peserta asuransi dibagi dua.
Sebagian disiapkan menjadi hak peserta kalau dia masih hidup ketika kontrak berakhir. Lalu sebagian disiapkan untuk mereka yang meninggal pada saat kontrak berlangsung.
“Sehingga kalau dia ikut kontrak itu, kalau meninggal dia juga dapat, tapi kalau dia masih hidup juga dapat gitu,” jelas dia.
Fatwa yang terakhir terkait instrumen kerja sama pemerintah dengan badan usaha atau KPBU. Fatwa ini memberikan jalan bagi pelaku terkait inisiasi kerja sama antara pemerintah dengan swasta berdasarkan skema syariah.
Di samping itu, fatwa tersebut juga menopang kerja sama Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (BUPI) dengan sejumlah lembaga keuangan dan para investor.
Menurut Prof Jaih, fatwa ini diinisiasi DSN atas pertanyaan Menteri PUPR, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, Menteri Bappenas, PII, dan ada juga perusahaan Abipraya.
Mereka berkepentingan memperaktikkan bagaimana KPBU dengan skema syariah. “Dengan skema ini tentu bisa meningkatkan peran kesyariahan dan berkontribusi positif terhadap perekonomian nasional,” pungkasnya. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"