KONTEKS.CO.ID – Ghana bangkrut. Pemerintah Ghana telah mengajukan kebangkrutan setelah gagal membayar utang miliaran dolar kepada kreditor internasional pada bulan Desember 2022.
Untuk itu, menurut laporan The New York Times (NYT), Pemerintahan Presiden Nana Akufo-Addo tidak punya pilihan selain menyetujui pinjaman Rp47 triliun dari pemberi pinjaman pilihan terakhir, yakni Dana Moneter Internasional (IMF).
Ini membantu menjelaskan krisis keuangan Ghana, di di mana organisasi pemerintah berutang miliaran dolar kepada kontraktor dan mempunyai utang yang serius.
NYT mencatat, krisis keuangan mempunyai dampak yang luas, di mana banyak kontraktor memberhentikan pekerjanya. Dampaknya, memperburuk masalah pengangguran di negara tersebut.
Emmanuel Cherry, Kepala Eksekutif sebuah asosiasi perusahaan konstruksi Ghana, baru-baru ini mengungkapkan, pembayaran kembali pemerintah kepada kontraktor berjumlah 15 miliar cedi, atau sekitar Rp20,3 triliun, itu pun sebelum bunga.
Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa Pemerintah Ghana berutang kepada produsen listrik independen sebesar Rp23,4 triliun. Ini menempatkannya pada bahaya pemadaman listrik yang meluas.
“Pemerintah pada dasarnya bangkrut. Ini adalah kali ke-17 Ghana terpaksa meminta dana tersebut sejak negara tersebut memperoleh kemerdekaan pada tahun 1957. Krisis terbaru ini sebagian disebabkan oleh pandemi virus Corona, invasi Rusia ke Ukraina, dan harga pangan dan bahan bakar yang lebih tinggi,” tulis laporan NYT.
IMF menyajikan rencana penyelamatan yang komprehensif untuk mengatasi utang Ghana, membatasi pengeluaran, meningkatkan pendapatan, dan melindungi populasi yang paling rentan sambil melakukan negosiasi dengan kreditor asing.
Ghana Bangkrut, Negara Berkembang Lainnya Akan Menyusul?
Masalah ini akan menjadi topik diskusi penting di Majelis Umum PBB mendatang. Meningkatnya beban utang negara-negara berkembang, yang diperkirakan melebihi Rp3.116 miliar, juga akan menjadi topik diskusi utama lainnya.
Laporan tersebut mencatat bahwa pinjaman IMF baru-baru ini membantu menstabilkan perekonomian dengan mengurangi perubahan mata uang dan meningkatkan kepercayaan. Inflasi masih berkisar 40%, sudah menurun dari puncaknya sebesar 54% di bulan Januari.
Pada bulan Mei, Presiden Ghana menyampaikan bahwa dana talangan IMF senilai Rp47 triliun tidak akan serta-merta menyelesaikan masalah ekonomi negaranya.
Program IMF mengatasi permasalahan penting, namun Tsidi Tsikata, peneliti senior di Pusat Transformasi Ekonomi Afrika di Accra, mengkutip dalam penelitian tersebut, mempertanyakan apakah Ghana dapat menghindari kesulitan keuangan serupa. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"