KONTEKS.CO.ID – Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) meminta masyarakat ikut mengawasi dugaan adanya penggunaanfasilitas negara yang diduga untuk memenangkan salah satu pasangan kandidat capres untuk Pilpres 202.
Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino mengatakan, masyarakat perlu ikut memperhatikan dugaan kecurangan dalam pilpres karena adanya konflik kepentingan yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK). Masyarakat harus ikut melakukan pengawasan penggunaan fasilitas negara lainnya yang menguntungkan salah satu kandidat.
Salah satu yang menjadi sorotan DPP GMNI adalah rawannya penyalahgunaan laba ditahan BUMN yang menjadikan BUMN sebagai sapi perah politik dan sumber pendanaan untuk memenangkan salah satu calon.
Arjuna menambahkan, selama ini belum ada payung hukum tentang besaran dividen yang harus disetorkan dan besarnya laba ditahan BUMN. Maka menurutnya, BUMN rawan menjadi sapi perah menjelang konstestasi pemilu yang membutuhkan biaya tinggi.
“Selama ini belum ada payung hukum soal besarnya laba ditahan. Celah ini bisa menjadi pintu masuk untuk menjadikan BUMN sebagai sapi perah politik”, ujar Arjuna dalam keterangan tertulis pada Minggu, 19 November 2023.
Berdasarkan temuan GMNI, ada sejumlah BUMN yang memiliki laba ditahan yang cukup jumbo. Misalnya BRI yang mencapai Rp207,2 triliun pada 30 September 2023, Bank Mandiri sebesar Rp175,9 triliun pada 30 September 2023.
Kemudian PLN sebesar Rp110,9 triliun pada 30 Juni 2023, BNI sebesar Rp99,1 triliun pada 30 September 2023, Telkom sebesar Rp98 triliun pada 30 September 2023, Pertamina sebesar Rp57,1 triliun pada 31 Desember 2022.
Lalu ada Pupuk Indonesia sebesar Rp15,21 triliun pada 31 Desember 2022, Antam sebesar Rp13,5 triliun pada 30 September 2023, dan PGN sebesar Rp2,9 triliun pada 30 September 2023.
Karena itu, Arjuna meminta DPR membentuk Panja BUMN untuk mengawasi laba ditahan BUMN agar tidak disalahgunakan menjadi dana kampanye salah satu kandidat. Dikhawatirkan laba ditahan ini dibungkus dengan bentuk biaya operasional, CSR atau investasi padahal untuk kampanye dengan teknis transaksi dan pelaporan keuangan yang diotak-atik.
“Kami usul adanya Panja BUMN. Pasalnya rawan penyalahgunaan retained earnings dengan bungkus biaya operasional, CSR atau investasi padahal untuk dana kampanye. Ini aspirasi rakyat untuk menyelematkan uang rakyat,” ujar Arjuna
Apalagi menurut Arjuna bahwa pemilu 2024 kian dekat dan banyak terjadi gelombang pergantian jajaran pengurus dan direksi BUMN yang perlu mendapatkan pengawasan ekstra dari wakil rakyat. Pasalnya BUMN memiliki perputaran uang yang begitu besar baik dari belanja modal maupun belanja operasional.
“Kita harus memastikan medan pertempuran itu adil. Jangan ada yang diuntungkan karena ada kucuran dana dari BUMN yang dibungkus dengan berbagai macam bentuk. Itu nanti ada yang mampu pasang baliho berjuta-juta se-indonesia sampai pelosok desa, ada yang balihonya bisa dihitung jari. Jangan sampai seperti itu terjadi,” kata Arjuna.
Selain itu, mengeruk uang dari BUMN tidak mungkin memakai cara-cara bodoh dan konvensional, tentu dengan modus-modus yang canggih baik dengan aksi korporasi maupun dibungkus dengan pembiayaan agenda formal yang dikaitkan dengan hari-hari nasional atau acara informal lain.
Karena itu, perlu adanya Panja BUMN sebagai bagian untuk memastikan penyelenggara negara bersikap netral menghadapi kontestasi pemilu.
“Jadi Panja BUMN adalah bagian dari kita menjaga pemilu itu biar jurdil. Agar pejabat tinggi negara termasuk bos BUMN tidak menyalahgunakan kewenangannya. Ini aspirasi untuk mengantisipasi,” kata Arjuna.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"